Malu Aku Malu. Mau ke Swalayan Malah Nyasar ke Lapas

Anggiat R

Istimewa

Gedung itu selalu ramai. Aku tidak tahu ada aktivitas apa di dalamnya karena tidak ada papan nama sehingga bikin penasaran. Tiap kali melewatinya, Aku selalu menebak tempat itu adalah Swalayan karena bangunannya tinggi dengan cahaya lampu menarik. karena tidak ada papan nama sehingga bikin penasaran. Aku tambah yakin tempat itu swalayan setelah bertanya pada sopir angkot yang sering mangkal di tempat itu. Kata sopir itu, pembangunan di kota ini, khususnya daerah ini sangat pesat. Hampir setiap sudut muncul bangunan gedung menarik.

Keesokan harinya cuaca agak mendung. Dingin. Tubuh ingin menikmati makanan panas dan pedas. Ku ajak anak-anakku jalan-jalan ke Mall belanja makanan hangat. Aku berangkat dengan Ofel, anakku. Dengan sangat hati-hati aku mengemudikan motor sambil bercerita tentang bahan dan keperluan yang akan kami beli. Di perjalanan ini Aku teringat tempat seperti swalayan yang Aku lewati kemarin malam. Ingin rasanya belanja di tempat itu sekaligus mengobati rasa penasaran.

“Oh iya ada tempat belanja di arah depan, sepertinya bentuk swalayan. Bapak belum pernah ke sana, mumpung kita di sini enggakk apa-apa kita jalani tempat-tempat belanja biar tahu perbandingan harga dan situasi,” kataku yang dijawab Ofel dengan anggukan.

Sampai juga di tempat parkirnya. Secepat kilat kami turun dari motor lalu melangkah menuju pintu gerbang yang sudah cukup ramai. Kami mengantri di belakang orang-orang yang sudah lebih dulu datang. Jalan menuju ke dalam hanya satu dan ada tiket masuk, seperti pintu masuk di kolam renang sehingga setiap orang akan mengantri.

Tanpa bertanya dengan orang-orang yang di sekelilingku, kubuka dompet dan kuambil uang Rp10 ribu. Saat mau kuserahkan ke penjaga tiket, tiba-tiba Ofel menarik-narik tanganku.

“Pak..Bapak! Lihat!,” katanya sambil menunjuk ke atas tulisan loket. Aku melihat arah yang ditunjuknya lalu kaget setengah mati. Di atas loket itu, ada tulisan yang cukup besar, “Selamat datang di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Bentiring”

Malu sekali rasanya. Secepat kilat kutarik tangan Ofel. Sambil menunduk, Kami berlari menuju motorku di parkiran lalu langsung tancap gas. Sepanjang jalan kami tertawa terpingkal-pingkal sampai kami menemukan sebuah warung lotek untuk beristirahat sejenak. Di warung tersebut rasa malu dan tertawa belum berhenti. Dalam dadaku masih menyala kelucuan yang tak terlupakan. Malu aku malu.

Anggiat Situmorang

Guru SMP Tenera



Genre:

Tema: