Abaikan Firasat, Aku Menumbur Anak Sekolah

Bonita

Ilustrasi kehujanan (Dok Istimewa)
Ilustrasi kehujanan (Dok Istimewa)

Jam menunjukkan pukul 06.30 WIB pagi itu. Waktunya berangkat ke tempat kerja. Setelah memastikan segala sesuatunya siap, dari peralatan kerja, jaket, sarung tangan, sampai helm Aku dan anak perempuanku menuju sekolah tempatku bekerja dengan sepeda motor.

Tidak seperti biasanya, di pagi itu ada sedikit yang berbeda. Entah kenapa perasaanku tidak tenang, seolah ada yang melarangku untuk pergi bekerja. Aku bimbang, tetap pergi atau mendengar perasaanku agar tidak pergi bekerja. Suamiku tampaknya menangkap gelagatku yang tak kunjung berangkat.

“Kalo ragu-ragu lebih baik tak usah pergi kerja Bu,” tegurnya.

“Ah… mungkin perasaanku saja,” jawabku.

Karena ingat dengan murid dan tanggung jawab akhirnya Aku kesampingkan firasatku. Aku melewati jalanan yang masih basah. Uap aspal begitu kental dalam penciumanku. Tetap fokus dan hati-hati, walau jujur perasaanku masih tidak tenang. Semua masih biasa saja melihat lalu lalang orang-orang yang beraktivitas. Ada yang mengantar anak sekolah, ada yang hanya jalan santai, ada yang berolahraga.

Dari kejauhan Aku lihat siswi perempuan memakai seragam putih biru menepikan motornya di sisi sebelah kiri jalan. Kupastikan memang anak itu benar-benar berhenti sehingga aku tetap berjalan di sisi sebelah kiri dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba siswa tadi sudah ada di depanku sehingga Aku tak sempat menghindar atau mengerem motor yang sedang kunaiki.

“Gubbrraaaakkkkkkk… !!!

Aku menumbur anak itu. Semua terjadi begitu begitu cepat, seperti mimpi. Aku bengong dan baru tersadar ketika banyak orang berdatangan memberikan pertolongan kepadaku, anakku, dan Si anak sekolah tadi. Saat sadar hal pertama yang kulakukan adalah melihat dan memastikan bahwa anakku baik-baik saja. Ada luka di bagian tubuhnya terutama kaki dan tangannya. Lalu Aku lihat Si anak sekolah tadi masih tegak berdiri di atas motor tanpa ada luka yang berarti. Namun mukanya pucat, mungkin dia juga syok. Aku sempat menghampiri lalu memarahinya.

Ku lihat orang-orang sibuk menanyaiku. Ada yang membantu menepikan motorku dan menuntun anak bersama Si anak sekolah tadi ke motornya. Kami dibawa ke puskesmas. Sungguh ini adalah sebuah hal yang tak terduga dan begitu tiba-tiba. Dokter bilang luka yang kami alami tidak begitu serius. Cukup istirahat dan minum obat.

Ah, simpel sekali pikirku. Tentu saja mereka tidak merasakan bagaimana perasaanku yang masih begitu takut, syok, dan gemetaran. Kulihat motor yang selalu setia menemaniku bagian depannya pecah dan hancur, laptopku juga tak mau hidup lagi padalah semua pekerjaanku ada di sana. Celana, kaos kaki, dan sepatu yang ku pakai juga robek sedangkan anakku mengalami luka lecet pada lengan. Kakinya juga keseleo.

Sungguh ini adalah pengalaman yang begitu membekas sampai dengan saat ini. Aku jadi ingat nasehat Mamak dahulu, bila hatimu ragu untuk melakukan sesuatu sebaiknya kamu tunda dulu. Bisa jadi keraguanmu adalah sesuatu hal yang tak baik, benar atau tidaknya Allahuallam.

Sartini
Guru SD Tenera



Genre:

Tema: