Anonim
Namanya Fina. Pendiam tapi bisa bar-bar seketika. Hidung Fina pesek, pipinya juga chubby tapi dia cantik sekali. Beberapa waktu lalu pipi yang lucu itu basah karena air mata perpisahan. Fina, rival sekaligus teman baikku harus pindah sekolah. Sebelum kepindahannya, kami, geng Mipa berinisiatif membuat pesta perpisahan kecil-kecilan.
Setelah beduk masjid bunyi (waktu itu Ramadan), kami mulai pesta itu. Jajanan kecil yang kami beli dua jam sebelum bedug kami buka lalu makan sambil cerita-cerita lucu. Setelah makan, guruku bilang, “ayo kita mulai acaranya”. Kami tidak bisa bicara apa-apa, hanya saling pandang. Baru keluar satu kata, Fina sudah menangis diikuti teman-teman yang lain. Pipinya yang tembam itu memerah disapu air mata.
Sungguh bulan Ramadan yang penuh kesedihan. Bye, Fin. Selamat tinggal rivalku. Jangan sungkan-sungkan untuk bertanya pada kami. Tetapkah rendah hati. Begitulah kata-kata yang kami sampaikan padanya dengan terbata-bata. Barangkali setelah perpisahan ini kami membenci bulan April karena telah memberi perpisahan yang sangat menyedihkan.
Tak ada tawa ketika pulang dari pesta kecil itu. Wajahku dan teman-teman sembab. Perpisahan selalu menyakitkan dan kami tidak pernah siap untuk menghadapinya.
Genre: Nonfiksi
Tema: Memori