Mulyanto
Di musim Covid-19 ini keluargaku nyaris putus hubungan dengan dunia luar. kami takut ke pasar karena di sana mungkin banyak penularan Corona rumah. Jadi selama penyebaran virusnya belum melambat, keluarga kecil kami berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami menanam kelor, kangkung, genjer, daun bluntas, daun ubi kayu, bayam, talas hitam, cabe, jahe, serta beraneka tanaman TOGA. Semua tanaman tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Selain menanam kami jua memelihara ayam.
Agar menu masakan bervariasi, seminggu sekali kami menyembelih satu ekor ayam. Aku punya banyak ayam yang aku pelihara secara liar, tidak memiliki kandang dan tidak diberi makan. Rombongan ayam itu mencari makanan sendiri di sekitar. Saat ngantuk, mereka tinggal rebahan di pohon jeruk samping rumah sehingga memudahkanku menangkap mereka saat malam hari.
Rumahku berada di daerah rawa dan di sekelilingnya aku tanami pohon tinggi, biar persis seperti di tengah hutan. Ada kolam juga di belakang rumah, kalau mau menikmati ikan tinggal mancing saja dari dapur karena belakang rumah tidak saya tutup. Rumahku berbeda dengan tempat tinggal tetangga, mereka kaya raya. Punya rumah besar dan rapi. Tetanggaku rata-rata pegawai negeri, pedagang, dan pebisnis.
Meski tidak besar, rumahku jadi pusat pengobatan alternatif. Namun di masa pandemi Covid 19 ini sementara aku tutup untuk pengobatan Bekam. Aku hanya melayani penjualan racikan jamu saja. Untuk menambah pendapatan, kami memang menjalankan bisnis jamu tradisional. Ada jamu beras kencur sari kelor dan sari temulawak. Setiap hari kami mengantar pesanan ke rumah tetangga yang memesan. Semua anggota keluargaku bisa meracik jamu termasuk anak-anakku.
Genre: Nonfiksi
Tema: Covid-19