Bukan Hanya Rangga yang Jahat

Yuli

Saya ibu rumah tangga yang kebetulan juga bekerja. Anak saya dua orang, usia mereka 7 tahun dan 6 tahun. Saya super cerewat dengan masalah sampah. Saya mengajari anak saya mengurus sampah mereka sendiri. Saya ajari membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenisnya (organik dan anorganik).

Dok Rappler

Kenapa melakukan ini karena saya menyadari segala hal baik itu berawal dari rumah. Berawal dari kebiasaan yang diajarkan keluarga dan orang tua. Sejujurnya saya sangat sedih dengan lingkungan saya. Banyak yang tidak peduli sampah. Mereka membuang sampah rumah tangga di sembarang tempat. Di tanah kosong di ujung komplek, di jalan–jalan, di belakang rumah mereka atau bahkan di tengah–tengah kebun.

Mungkin mereka hanya berpikir rumah mereka sendiri, enggak peduli sampah boleh berserakan di tempat lain. Menurut saya–dengan aksen Cinta ketika ngobrol dengan Rangga di sebuah cafe setelah lama tak bertemu– mereka jahat karena tidak peduli lingkungan. Saya pernah mengajak warga komplek gotong royong membersihkan lingkungan dan tempat pembuangan sampah. Tapi hanya sebagian kecil yang datang sementara yang lainnya hanya menonton.

Andaikan saja tiap orang tua mengajarkan anaknya untuk tidak membuang sampah sembarangan lalu memisahkannya ke organik dan anorganik saya yakin lingkungan jadi bersih. Bahkan mungkin Indonesia Raya ini tidak akan bermasalah dengan sampah. Tapi sayangnya yang terjadi sebaliknya.

Saya sering berandai–andai semua bisa diajak bekerja sama mengelola sampah. Bisa diajak membuat sampah organik menjadi pupuk yang bisa digunakan untuk pupuk tanaman sayuran di dekat rumah lalu mengubah sampah plastik menjadi sesuatu yang bernilai.



Genre: Nonfiksi

Tema: Keluarga