Menipis Iman di Depan Rambutan

Edi Susanto

Dok.altphotos

Cerita yang aku tuliskan ini peristiwa di tahun 1996 di desaku. Waktu itu zamannya aku masih ngarit atau mencari rumput untuk makan kambing. Puasaku bolong-bolong karena tidak kuat menahan godaan saat ngarit. Cuaca panas bikin tenggorokanku mencekam. Haus dan lapar datang bersamaan. Maklum waktu zaman ngarit aku masih anak-anak, tidak begitu kuat puasa apalagi saat ngarit siang bolong. Terus waktu itu aku juga lagi senang-senangnya bermain dengan teman-teman di tengah mencari rumput.

Saat bulan puasa, aku bersama Kakak dan teman-teman pergi ke kebun mencari rumput untuk makanan empat ekor kambing yang baru saja dibelikan Orang Tuaku. Saat itu cuacanya panas, menambah rasa haus dan lapar. Saat itu kami melihat buah rambutan merah menggoda dan pohon kelapa muda. Aku seolah mendengar suara.

“Petik aku,” kata Rambutan. “Naik sini, kupas lalu rasakan kesegaran air degan ini,” bujuk kelapa muda.

Kami tergoda. Kawanku mengambil rambutan yang menggelantung itu sementara kawanku yang lain memanjat pohon kelapa. Tak lama mereka mengumpulkan buah rambutan dan kepala yang berhasil mereka petik. Waktu itu aku berusaha teguh dengan pendirianku, harus tunai puasanya. Tapi, melihat mereka nikmat mengunyah rambutan lalu meneguk air degan membuat hatiku bergetar.

“Ed, pedot wae posone daripada lemes (Ed, batalkan saja puasanya daripada lemas),” bujuk kawanku.

Akhirnya imanku goyah setelah mendengar bujuk rayu kawanku itu. Kusikat buah rambutan dan air degan di depanku. Segarnya bukan main. Tubuhku pun jadi bugar kembali. Tenagaku kembali. Kami jadi kuat menyunggi rumput kembali ke rumah. Di dekat rumah aku dan Kakak mengelap bibir agar terlihat kering di depan Orang Tua lalu kami pura-pura lemas di depan Orang Tua biar mereka mengira kami masih puasa he..he..he..

Edi Susanto
Guru SMA Tenera



Genre:

Tema: