Diserbu Ratusan Tawon Sampai Ngompol

Edi Susanto

Ilustrasi kehujanan (Dok Istimewa)
Ilustrasi kehujanan (Dok Istimewa)

Tiap zaman punya generasinya sendiri. Punya gaya dan masalahnya sendiri-sendiri.

Aku sekolah di SD Negeri 4 Gedung Wani Lampung Timur. Jarak antara tempat tinggal ke sekolah sekitar 4 km dan sering aku tempuh dengan berjalan kaki. Kadang naik sepeda, Jengki namanya, yang ada dinamo lampunya itu lho

Yang paling berkesan saat itu adalah jalan kaki bersama kawan-kawan. Banyak peristiwa tak terlupakan ketika bersama mereka. Mulai dari berpayung daun pisang ketika hujan turun sampai gelegar tawa melihat keusilan mereka. Seorang kawan yang super usil pernah melempari rumah tawon dengan batu dan potongan kayu di dekatnya.

Beberapa lemparan tepat sasaran, dari arah sarang yang sudah hancur itu ratusan tawon menyerbu. Mereka melesat laiknya tombak-tombak prajurit di Perang Troya. Kami lari terbirit-birit sampai seorang kawan yang sedang buang air  ngompol di celana hahahaha. Yah itulah zaman SD.

Setelah lulus SD aku pindah ke daerah Riau lalu melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Bangko Desa Bantaian. Setiap berangkat sekolah naik sepeda ontel, berangkat dari rumah jam lima pagi. Ketika haus di tengah perjalanan, aku minum air sungai di dekat hutan-hutan transmigrasi Riau. Aku sekolah di Riau selama dua tahun saja. Kelas tiga aku pindah ke SMP Negeri 3 Putri Hijau.. 

Waktu itu aku tinggal bersama mbah angkat karena tidak kerasan tinggal di tempat budhe. Setelah lulus aku  melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Putri Hijau. Di situ aku tinggal  di kost-kosan yang terkenal angker katanya, ya namanya rumah tua tetapi ketika tinggal di sana aman-aman saja sih. 

Pada masa SMA yang selalu aku ingat adalah kawanku Mualik. Dia satu-satunya anak kos yang menggunakan kayu bakar ketika memasak. Setelah tiga tahun lamanya sekolah di SMA Negeri 1 Putri Hijau aku kuliah di Universitas Muhammadiyah Bengkulu  selama empat tahun.



Genre: Nonfiksi

Tema: Memori