Gerombolan Ayam Panggang

Fanesa

Dok.Local Love

Saat itu adalah malam minggu. Anak dan cucu nenek berkumpul kecuali abang dan pamanku yang tinggalnya jauh sehingga tidak bisa ikut temu keluarga. Kami mau memanggang ayam terus berbagi tugas. Sebelum malam bibi dan mama ke pasar membeli ayam dan bahan-bahan untuk dipanggang nantinya sementara om dan adik-adikku mencari kayu bakar lalu membuat semacam api unggun.

Setelah ayam datang bibi dan uwak membersihkan lalu mencapitnya menggunakan penjepit berbahan pelepah kayu lalu mengolesinya dengan bumbu. Aku juga membantu, jangan sampai memperlihatkan wajah kaum rebahan di depan keluarga besar, bisa berbahaya. Jadi aku ambil sapu lalu mengepel rumah nenek biar bersih. Malam itu dua adikku seperti bos besar, mereka menonton tv, sesekali teriak tanya ayamnya sudah matang apa belum.

Sampai pukul 20.39 ayam yang sudah dipanggang itu belum matang juga. Enam adikku mulai menguap di depan televisi namun mereka tetap terjaga, takut tidak kebagian ayam kalau ketiduran. Mereka menampar pipi lalu mengingatkan satu sama lain saat sepupuku disuruh disuruh mengambil daun pisang untuk alas makan.

“Awas, sudah mau matang. Jangan kita tidur dulu,” kata adikku yang paling besar mengingatkan anggota ‘geng’ mereka.

Secepat kilat mereka menuju meja makan ketika aroma ayam yang matang menyebar ke seluruh ruangan. Seketika kantuk lenyap saat melihat ayam panggang lezat itu dipindah dari tungku ke atas daun pisang. Sabar, kataku, masih ada satu momen lagi yang wajib dilakukan sebelum mereka menikmati ayam lezat itu, yaitu foto-foto.

Keluarga besar itu langsung menyerbu sambil menyerobot dan menikung satu sama lain untuk mendapatkan potongan ayam berukuran besar. Masaknya lama tapi langsung habis dengan cepat. Momen yang sebenarnya sangat menyenangkan andai anggota keluarga lainnya ikut berkumpul. Semoga Corona cepat hilang ya teman-teman, amin.



Genre: Nonfiksi

Tema: Keluarga