Hancur Hatiku, Menikahkan Anak Lewat Video Call

Suprapti Sitinjak

Setelah sekolah mulai diliburkan aku menitipkan kedua anak di tempat sanak saudara karena harus pergi ke Medan membahas pernikahaan anak pertama kami. Awalnya anak ke-2 melarang kami pergi, katanya virus ini sangat berbahaya. Aku sebenarnya sudah tahu bahayanya virus ini dari rapat sekolah. Tapi tetap saja aku tidak bisa membatalkan kepergianku karena rencana pernikahaan anakku sudah dari bulan 12 tahun lalu. Berat rasanya harus meninggalkan si bungsu karena dia masih kelas 1 SD, dia pasti membutuhkanku tapi tak apalah hanya satu minggu saja pikirku saat itu.

Dok Wikihow

Ketika kami sedang melangsungkan acara adat dan pembahasan Sinamot (uang jujur) di Medan, aparat kepolisian dan orang puskesmas datang lalu menginterogasi. Penjelasan kami diterima aparat kepolisian lalu mereka memperbolehkan acara dilanjutkan tapi dengan syarat tidak boleh berkumpul dalam satu rumah dengan jarak setiap orang 1 meter.

Baru saja meluruskan punggung usai acara, kami kembali dikejutkan dengan berita bahwa dilarang melangsungkan acara resepsi ataupun adat pernikahan saat wabah menyerang. Bagi yang melanggar akan dikenakan tindak pidana selama 1 tahun. Sedih rasanya hatiku padahal kami sudah merundingkan acara adat akan dilaksankan pada tanggal 5 April lalu. Lebih sialnya lagi ketika kami akan kembali ke Bengkulu di Medan lockdown dua hari.

Aku makin cemas namun akhirnya kami bisa pulang ke Bengkulu. Perjalanan kami ke Bengkulu sungguh sangat menyiksa. Di tiap wilayah kami harus berhenti di posko Covid-19 untuk mengecek suhu tubuh dan penyemprotan cairan disenfektan didalam mobil. Pengecekan posko Covid-19 hanya sampai perbatasan Padang Muko-Muko saja. Tapi perjalanan memakan waktu lebih lama dari biasanya dan sedihnya lagi selama dua hari dua malam kami makan mie saja dalam mobil karena rumah makan tutup semua.

Di hari pernikahan air mataku tak terbendung lagi karena melihat putriku melangsungkan pemberkatan pernikahan tanpa dihadiri orang tuanya. Hatiku
hancur karena hanya bisa memberi restu lewat panggilan video. Pandemi memang membuat segalanya berantakan.



Genre: Nonfiksi

Tema: Covid-19