Tri Marcelina Tarigan
Beberapa hari ini saya mengamati ‘kegaduhan’ yang terjadi di beranda Nyalanya. Semua karena si kulit bundar. Para bapak guru berdebat tentang sepakbola, saling menyombongkan tim andalan lalu menjatuhkan tim lawan. Mulanya saya menikmati pertarungan kata yang cukup sengit ini. Namun setelah membaca, menimbang, sekaligus mengamati tulisan Pak Teguh, Pak Wiwin, dan Pak Tonggo, ada hal yang menggangu pikiran saya. Untuk itu, izinkan saya mewakili suara hati istri untuk mengungkapkannya.
Saat membaca tulisan tiga sekawan ini saya baru tahu bahwa mereka bisa sebegitu menggilai sepak bola. Mereka memaparkan sejarah dan mengenal para pemain hingga pelatihnya dengan baik. Mereka sangat detail dan hapal momen terbaik tim mereka. Padahal mengingat ulang tahun istri saja boro-boro, lebih parah lagi lupa tanggal pernikahan. Beruntung mereka memiliki Facebook yang selalu setia mengingatkan hari besar bagi para istri ini.
Saya juga salut melihat cara bapak-bapak ini mengagumi pemain sepak bola idola mereka. Tanpa ragu memuji di depan banyak orang laiknya kekasih pujaan. Sementara dengan istri, berat sekali lidah itu merayu apalagi sampai memberi pujian. Jika itu terjadi, sudah pasti ada maunya.
Belum lagi bila memasuki musim liga besar, suami rela dan riang begadang menonton pertandingan yang disiarkan tengah malam atau menjelang subuh. Sudah pasti istri tak bisa protes karena di jam itu sudah tertidur lelap. Namun bila kami hendak menonton sinetron kesukaan, selalu ada saja nyinyiran suami yang mengganggap itu adalah tontonan receh. Setelah itu kami disuruh mengganti saluran lain yang lebih berfaedah. Kembali istri tak berdaya.
Sesungguhnya saya tidak keberatan dengan hobi suami ini. Sah-sah saja jika itu hal yang membuat senang dan semangat. Begitupun dengan saya dan teman-teman yang menyukai drama korea. Maklumi kami bila kadang menghabiskan banyak waktu senggang maraton nonton Drakor , mengikuti idola di Instagram bahkan sesekali ikut golongan emak-emak halu. Tenang saja, kami tetap sadar diri kalau Oppa Korea tak setampan suami sendiri.
Intinya, untuk para suami pecinta bola, selalu semangat kerja dan sisihkan lebih banyak kuota internet untuk kami.
Genre: Nonfiksi
Tema: Keluarga