Kenangan Layar Tancap di Desaku

Solikhah

Dok.Cinema Poetica

Desa Margo Mulyo Bengkulu Tengah 1990. Sore itu orang-orang berkerumun di pinggir jalan sambil mendengar pengumuman dari toa mobil keliling kampung. Wajah semua orang sangat ceria hari itu. Bukan karena sembako gratis ya, tapi akan ada momen cetar membahana. Malam nanti ada pemutaran film di balai desa menggunakan layar besar. Kami dulu menyebutnya Layar Tancap.

Setelah mendengar pengumuman itu orang-orang berlarian ke rumah masing-masing. Jalan kampung jadi sepi. Mereka mau membereskan semua pekerjaan yang belum selesai lalu bersiap ke balai desa. Terlambat ke momen cetar layar tancap itu haram bagi mereka karena mengincar barisan paling depan. Inilah bedanya dengan bioskop sekarang karena orang-orang banyak mengincar kursi belakang.

Malam tiba dan semua orang ke luar rumah dengan perlengkapan masing-masing. Mereka membawa tikar, minuman, termos berisi air panas, dan makanan kecil. Ceria sekali wajah orang-orang di desa malam itu. Maklum momen layar tancap ini sangat jarang. Bisa sampai empat tahun sekali di desaku.

Setengah jam sebelum film dimulai balai desa sudah penuh dengan manusia. Mereka sudah santai di tempat masing-masing, sabar menunggu kru layar tancap yang sedang makan. Sambil menunggu warga desa bernyanyi riang lagu Rhoma Irama atau Manis Manja Grup. Aura mereka bahagia sekali malam itu. Nyamuk saja enggak berani ganggu mereka hehehe…

Waktu pemutaran tiba. Orang-orang bertepuk tangan. Layar besar di depan mereka menyiramkan cahaya yang kian menyuburkan bahagia saat judul film muncul. Film yang diputar malam itu berjudul “Wiro Sableng”. Semua orang disihir tiap adegan dalam film. Banyak tawa meledak karena adaegan lucu Sang Pendekar. Selama dua jam warga sangat antusias. Mau ada badai juga enggak bakal bikin mereka beranjak dari depan layar. Setelah film selesai semua pulang dengan tertib. Wajah mereka masih sama seperti sebelum film diputar: ceria.

Solikhah
Guru SMA Tenera



Genre:

Tema: