Roida Yanti Nainggolan
Dinding rumah Lita bolong-bolong. Saat pagi tiba, cahaya yang masuk ke rumahnya membentuk motif tertentu di lantai. Lita dan orang tuanya sangat menyukai motif itu dan di sanalah mereka selalu memeluk rasa syukur atas pemberian Tuhan. Tapi beda cerita ketika hujan datang. Dinding bolong itu mengantar air ke dalam rumah mereka. Atap yang bocor memperparah situasi. Tak ada bedanya dengan di luar rumah, sama-sama kehujanan dan saat itu keluhan yang datang.
Lita lahir dari keluarga miskin. Orang tuanya bekerja sebagai buruh ladang. Upah hanya cukup untuk makan sehingga Lita sering tidak menerima rapor karena menunggak bayar sekolah. Tapi dia tetap semangat sekolah. Seperti hari itu, dia terlambat bangun, hanya sisa 30 menit sebelum lonceng sekolah berbunyi. Lita loncat dari tempat tidur, menuju sumur untuk mandi, lalu secepat kilat memakai pakaian sekolahnya yang lusuh.
Penghasilan orang tuanya sebenarnya tidak cukup untuk makan tiga kali sehari. Tapi ibunya tak peduli, demi anak apapun dilakukan. Sebelum berangkat ke ladang tetangga, ibunya memasak bekal untuk Lita, menunya sangat sederhana. Nasi dan telur kecap. Tak jadi soal, Lita sudah biasa. Lita pun berlari sekuat tenaga ke sekolah agar tidak terlambat.
Sepanjang jalan, ia memikirkan pelajaran hari itu. Ada biologi, pelajaran yang ia sukai. Nasib berpihak padanya, Lita tidak terlambat lalu bisa masuk kelas sebelum guru datang. Di kelas, guru biologi memberi tugas siswa membawa barang-barang bekas dan tanaman untuk memperingati hari bumi. Usai pelajaran Lita melihat banyak botol bekas di sekitar sekolah. Dia berpikir bahwa barang-barang itu harus jadi sesuatu di tangannya.
Teman-teman Lita tidak habis pikir dengan Lita yang mengambili sampah plastik laiknya pemulung saat pulang sekolah. Sebagian mata menghina tapi Lita tidak peduli. Dibawanya sampah plastik itu ke rumah lalu dengan telaten ia memasukan banyak sampah ke dalam botol plastik hingga memadat. Bahasa kerennya ecobrick, teknik mengolah sampah plastik menjadi sebuah benda yang bermanfaat.
Lita mendapat tepuk tangan dari guru dan teman-temannya karena bisa membuat rak sepatu dari sampah plastik. Dia diberi penghargaan karena kreativitasnya. Lita pun berpikir untuk menambal dinding dan atap rumahnya dengan sampah plastik dan ternyata berhasil. Sekarang, rumah Lita aman dari hujan. Cahaya matahari yang masuk ke rumahnya juga membentuk motif lain yang tak pernah ia pahami.
Genre: Fiksi
Tema: Cerpen