Mengintip Anakku Jualan Cincau di Pinggir Jalan

Mulyanto

Istimewa

Manusia harus siap miskin dan menderita, bukan kaya lalu bahagia. Begitu pesanku ke Bowo, anak kandungku yang tahun ini diterima di Jurusan Jurnalistik FISIP UNIB. Bowo juga harus siap menderita menjalani kehidupan ini. Aku ingin Bowo merasakan bagaimana rimba kehidupan itu berjalan.

Libur sekolah kemarin aku mengajarinya bagaimana menjadi mandiri. Bowo sudah kuliah, kebutuhan hidupnya terus bertambah. Tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan, mulai dari bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), membeli laptop, sangu, dan lain sebagainya. Aku berpikir keras bagaimana caranya agar Bowo bisa belajar mandiri sekaligus belajar kerasnya hidup. Akhirnya terpikirlah satu cara: Bowo harus meneruskan dan mengembangkan usaha cincau hijau di daerah Putri Hijau Bengkulu Utara.

Aku menantang Bowo jualan cincau hijau di pinggir jalan. Dia terima tantangan itu dengan pandangan mata mantap. Sebenarnya Aku sedih mendengar jawabannya itu karena belum tentu anak seusia dia mau jualan di emperan. Bowo seharusnya menikmati masa muda dengan bersenang-senang dengan teman-temannya, bukan panas-panasan jualan cincau. Tapi sekali lagi anak saya harus siap miskin dan menderita. Kaya dan bahagia itu cuma bonus. Lebih baik mengais rezeki di pinggir jalan daripada jadi orang besar tapi korupsi lalu membuat rakyat sakit hati.

Cincau hijau ini adalah temuanku sendiri. Selama delapan tahun aku meneliti lalu meracik dari berbagai macam jenis daun di wilayah Bengkulu. Formulanya makin sempurna mengentalkan getah cincau ini. Aku ajari Bowo cara meracik hingga jadi satu hari penuh. Esok harinya dia membuatnya sendiri dini hari sampai subuh lalu tidur sebentar. Jelang siang dia mulai berjualan di pinggir jalan.

Aku ingin tahu bagaimana Bowo menawarkan minuman cincau itu. Aku pun menuju tempatnya berjualan. Aku mengamatinya dari dekat. Bowo tidak tahu aku juga ada di sana. Sebentar-sebentar dia berkeringat. Wajah dan sikapnya masih malu-malu. Orang-orang yang tidak membeli melihat Bowo dengan iba. Mungkin mereka berpikir kenapa anak semuda itu jualan cincau. Aku pun tak bisa menahan tangis melihat semua itu di depan mataku sendiri.

Bowo berhasil membawa uang jualan yang lumayan banyak di hari pertama. Hari berikutnya ia semangat dan tidak malu-malu lagi. Setiap hari aku juga mengamatinya dari jauh. Namun, hari itu wajah Bowo murung. Bengkulu diguyur hujan lebat tengah hari sampai sore.

Wajah Bowo masam sampai di rumah. Aku pun ngobrol dengannya kalau Bowo harus bisa menangkap peluang. Aku lalu usul selain cincau, Bowo juga berjualan pisang dan tahu goreng. Jadi mau hujan mau panas dia masih bisa menghasilkan uang dari dagangannya.

Sampai saat ini Bowo masih jualan cincau dan gorengan di pinggir jalan sambil kuliah. Aku tidak bisa lagi melihat anakku jualan dari dekat karena sudah tidak masa liburan. Tapi aku memantau aktivitasnya melalui Facebook. Dia sering mengunggah aktivitasnya jualan cincau. Aku juga senang melihatnya. Doaku untuk Bowo, semoga ke depan dia selalu mandiri, tidak manja, dan siap untuk segala macam rintangan kehidupan.

Mulyanto
SMA Tenera Bengkulu Utara



Genre:

Tema: