Menikmati Perihnya Dicolok

Rita Melda

Dok https://i.pinimg.com/originals/f5/1a/ce/f51ace56927b5d191d217e03b96ef935.jpg

Beberapa waktu yang lalu, kedamaian dan ketentraman sekolah Tenera sedikit terusik oleh terbitnya Surat Edaran Perusahaan terkait pencegahan penyebaran virus Corona. Salah satu poin mewajibkan karyawan swab antigen jika berkunjung ke keramaian. 

Untuk menghadiri pesta pernikahan harus mengeluarkan biaya tak kurang Rp250 ribu sedangkan isi amplop tidak ada setengah dari biaya swab. Demi asap dapur tetap mengebul maka kegiatan bertamu di acara resepsi pernikahan terpaksa kami pending sampai waktu yang tak ditentukan.

Namun Sabtu 27 Februari 2021 kemarin penundaan berakhir lebih cepat. Soalnya hari itu jadi momen bersejarah bagi keluarga Tenera. Pustakawati kebanggaan kita, Bekti Satiani melangsungkan resepsi pernikahan setelah beberapa kali digagalkan perizinan yang hilang timbul oleh Pemerintah Daerah (Pemda). 

Sebetulnya kami sudah meminta maaf jauh-jauh hari karena tidak dapat hadir karena beratnya biaya swab. Bu Bekti pun memahami meski dalam lubuk hati mungkin kecewa. Tapi Ibu Agriani Novita bersabda agar setiap perwakilan jenjang mengirimkan satu prajurit yang siap tes antigen,  biaya ditanggung Tenera tentunya.

Drama dimulai. Tak kurang dari 50 prajurit Tenera mengibarkan bendera putih. Tak ada satupun yang berani meski diimingi swab gratis dan transportasi. 

Demi kebahagiaan Bekti, empat orang relawan siap dicolok hidungnya. Mereka  adalah ibu Santi, ibu Imas, ibu Anik, dan saya sendiri. Kami adalah ibu-ibu pemberani di antara bapak-bapak aahhh sudah lah….jangan bicarakan mereka.

Jujur, tes itu adalah pengalaman pertama kami. Sebelum tes tiba-tiba kami membayangkan hal menakutkan. Bagaimana jika nanti hidung berdarah saat dicolok lalu saya pingsan atau koma. Bayangan menakutkan itu terus menghantui.

Sampai di klinik kami coba saling menguatkan. Kami harus bisa melewati tes ini dengan gagah. Tapi, begitu melihat perawat mengeluarkan alat panjang seperti sumpit, nyali makin ciut. 

“Ayo siapa yang duluan?” tanya perawat melihat ke arah kami.  “Kalau bisa jangan yang takut yang duluan”.

Dengan sisa-sisa keberanian saya maju duluan. Perlahan tapi pasti alat tes dimasukkan ke hidung saya sampai dalam. Perih dan pedas rasanya. Di dalam hidung alat tersebut meliuk seperti sedang mencari sesuatu sampai bikin saya nangis. Setelah mendapatkan sesuatu yang dicari alat itu pun keluar perlahan….lega rasanyaaaaaa.

Begitu juga dengan ibu-ibu yang lain, meski perih kami tetap menikmati rasanya dicolok. Tambah bahagia lagi saat perawat menyampaikan bahwa hasilnya kami dinyatakan negatif Covid-19. 

Selamat Menikah Bekti, semoga nanti saat mengingat hari jadi pernikahanmu, kamu juga akan mengingat bahwa kamu tidak dicolok sendiri. Kami juga. 



Genre: Nonfiksi

Tema: Covid-19