Menunggu Durian Jatuh Bikin Tekor

Anggi Saputra

Dokumen Tempo

Libur sekolah jatuh tanggal 23 Desember 2018. Sebenarnya kami sudah punya rencana mengisi waktu liburan sebelum tanggal itu datang. Kami berencana menghabiskan waktu kampung halamanku, Dusun Manna, yang terletak di Kabupaten Bengkulu Selatan. Saya dan istri berangkat jam sebelas pagi naik motor kesayangan.

Kami istirahat sebentar di Ketahun. Saat menuju Bengkulu Selatan, kami selalu singgah ke tempat makan ini. Makanannya sangat enak dan lezat. Setelah perut terisi penuh kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lalu menginap di Mess Agricinal karena kondisi badan sudah tidak memungkinkan lagi langsung ke Bengkulu Selatan.

Paginya kami tancap gas menuju Manna dengan semangatnya. Tadi malam mertua Saya bilang saat ini kebun buah sudah siap panen. Jarak Kota Bengkulu-Manna sejauh 150 KM kami tempuh selama tiga jam perjalanan. Jelang siang kami sudah sampai di rumah dan Saya semringah sekali ketika melihat Orang Tua menyambut dengan senyum.

Kemarin itu jadi liburan pertama kami sebagai sepasang suami istri. Pergantian status bikin waktu liburan tidak sepenuhnya dihabiskan di kediaman Saya saja. Saya juga harus berkunjung ke rumah Orang Tua dari istri saya. Kami membagi adil waktu liburan, satu minggu di rumah saya dan satu minggu berikutnya di rumah mertua.

Saat liburan di rumah mertua, kebetulan sedang musim durian. Setiap hari kami menunggu durian jatuh dari pohon-pohon di sekitar rumah mertua. Sampai di malam kamis, Saya dan keponakan menunggu durian jatuh. Sore harinya kami sudah mempersiapkan peralatan bermalam di kebun seperti senter dan Kinjagh (rotan yang sudah dianyam untuk mengangkat buah durian nantinya). Biasanya durian di kebun jatuh tidak kurang dari 50 buah. Lumayan kan kalau satu buah dijual Rp25 ribu berarti paling tidak kami akan mendapatkan uang Rp1 juta.

“Lindo, seandainya nanti kita dapat banyak durian banyak kan bisa dijual. Lumayan lho kalau yang besar itu harganya Rp25 ribu, nanti kamu mau beli apa?” tanyaku ke Lindo.

“Aku mau beli sepatu bola Paman. Kalau Paman?”

“Paman mau beli sepatu bola karena hobi main bola juga” jawabku lalu bergegas ke kebun menaiki motor gerandong (motor yang sudah tinggal besinya)

Sampai di kebun kami langsung menyiapkan kayu bakar. Biar hangat dan tidak terlalu terlalu gelap. Malam datang dengan cepat. Jam delapan malam, terdengar suara “Tummmmmmmm!”. Alhamdulillah sudah ada durian jatuh. Memang sengaja belum saya ambil. Lima menit kemudian terdengar bunyi yang sama tapi tetap belum saya ambil. Sampai jam sebelas malam, bunyi durian jatuh sudah terdengar sebanyak 15 kali. Harusnya sih setiap jatuh itu harus diambil karena kata mertua Saya pada saat malam hari banyak orang yang berkeliaran di hutan mencari durian.

Saya punya cara sendiri. Biarkan saja jatuh banyak dulu baru diambil. Saya lihat Lindo terlelap. Mendadak mata Saya jadi berat sekali.

Dalam tidur Saya bermimpi bahwa durian yang jatuh tadi sudah diambil orang berbaju putih. Dengan keadaan terkejut saya bangun dari tidur. Saya terkejut karena hari sudah cerah. Sudah jam setengah delapan pagi. Kami bangun kesiangan. Setelah membangunkan Lindo kami bergegas turun dari pondok mengambil durian yang jatuh tadi malam dan Haaaaaaaaaaa kami  terpelongok karena tidak ada satupun durian yang jatuh.

“Paman sepertinya duren kita dicuri orang de,” kata Lindo.

“Kamu sih tidurnya dari awal sampai pagi kan kita jadinya kecolongan,” sahutku.

Dengan wajah lesu kami kembali ke pondok, membereskan barang-barang, lalu pulang ke rumah dengan tidak membawa satu durian. Padahal istri saya tahu kami habis menunggu durian jatuh. Supaya tidak dibilang bodoh bin tolol Saya sengaja memberi istri saya uang Rp300 ribu, bukti bahwa kami telah menjual duriannya. Akhirnya bukan dapat untung eh malahh tekor.

Anggi Saputra
Guru SD Tenera



Genre:

Tema: