Menyesal Mengatai Ibuku Wanita Jahat

Anik Febriyanti

Dok.Wikihow

Ibu Nurjanah namanya. Dia wanita hebat. Saat membayangkan wajahnya air mataku selalu jatuh. Begitu juga saat menulis ini, air mataku tumpah karena wajahnya makin tegas dalam bayanganku.

Waktu kecil aku menyebutnya wanita jahat. Beliau selalu menyuruhku bangun pagi-pagi sekali. Padahal aku waktu itu masih kecil, cuma anak SD. Dalam hati aku protes. Tidak bisakah aku yang masih kecil bangun siang dan bersantai-santai. Aku juga sering disuruh Ibu cuci piring dan pakaian di sungai yang di kaki tebing.

Zaman dulu sungai satu-satunya tempat mencuci dan mandi. Di kampung belum ada rumah yang punya kamar mandi seperti sekarang ini. Rumah kami letaknya di atas tebing sedangkan sungai di kaki. Repot turun-naik saat mencuci pakaian dan piring.

Seingatku aku adalah anak kecil tomboy yang malas melakukan pekerjaan rumah. Mencuci piring atau pakaian saja lamban. Sering sekali aku diteriaki Ibu dari atas tebing karena mencuci saja lama sekali. Aku sering membawa satu ember besar berisi pakaian cuci ke atas tebing. Ibu hanya melihat saja padahal sangat berat embernya. Kulihat wajahnya lalu berkata dalam hati.

“Aku sedang disiksa. Ibuku jahat,”

Ibu juga sering memintaku melihatnya masak. Disuruhnya aku memerhatikan meracik bumbu, menggoreng, merebus, dan lain-lain tapi aku selalu kabur. Malas. Sampai SMP aku tidak mau belajar memasak. Buat apa sih sebenarnya, aku kan anak tomboy. Tapi Ibu tidak pernah berhenti mengingatkan agar aku belajar memasak, membersihkan rumah, dan bagun pagi-pagi sekali.

Aku tidak sempat meminta maaf karena pernah bilang dia wanita jahat. Aku baru tahu kenapa Ibu keras padaku saat kecil. Di awal pernikahan kadang aku memasak sambil menangis. Aku tidak paham bumbu masak, yang aku tahu hanya cabai dan bawang. Saat ini aku harus memasak untuk orang yang akan hidup seterusnya denganku. Kalau bayangan Ibu datang ke kepalaku, dalam hati aku meronta.

“Buk, ajari aku memasak, tolong ajari Buk. Andai dulu aku menuruti kata Ibu, pasti tidak akan serepot ini. Maafkan aku Bu dulu sering membantah dan mengataimu wanita jahat.”

Anik Febriyanti
Guru SMA Tenera



Genre:

Tema: