Nindya Aryani
Setiap bulan Agustus kita pasti direpotkan dengan segala kegiatan menyambut HUT NKRI. Kami juga repot, menyiapkan berbagai printilan untuk memeriahkan hari besar tersebut. Aku sebagai guru kelas menyiapkan kelas sedemikian rupa agar tidak melenceng dari tema. Aku juga mempersiapkan anak-anak mengikuti perlombaan.
Aku juga ambil bagian, mulai dari mengikuti paduan suara, karnaval, bermain drama sampai menari. Di bagian menari ini aku sedikit khawatir. Maklum, aku bukan seorang penari dan sepertinya tubuhku seperti tidak cocok. Padahal ibuku adalah seorang penari yang sangat lincah, sayangnya beliau tidak menurunkan bakatnya itu untuk putrinya hahaha.
Sebenarnya aku menyimpan memori buruk dengan kegiatan yang mengharuskan tampil di depan publik. Waktu itu ada kegiatan pentas seni di SMA. Aku dan teman-teman menyiapkan tarian. Kami latihan dengan semangat, tetapi aku lupa gerakan dan mengakibatkan tarian kami hancur saat pentas.
Malu sekali saat itu. Aku juga merasa bersalah dengan teman-teman. Untungnya mereka bukan orang yang suka menyalahkan sehingga teman-teman tetap mendukungku.Kenangan itu terus bersemayam dalam kepalaku.
Kenangan itu pula yang mengakibatkan aku shock ketika diminta menari. Namun, aku menolak menyerah pada memori buruk lalu mencoba kembali. Kami latihan selama satu minggu bersama siswi SMP yang terpilih. Jantungku berdebar saat gladi bersih. Agak lebay ya? Namun, itulah yang kurasakan.
Aku mengerahkan seluruh kemampuan dan semangat saat hari H dan ternyata bisa melewatinya. Hasilnya lumayan lah ya hehehe. Senang rasanya bisa melawan perasaan yang menggangguku selama ini. Kegagalan pertama bukanlah akhir dari segalanya. Selagi mau belajar kita pasti akan melewatinya sekaligus mencapai sesuatu yang selama ini hanya ada dalam angan.
Genre: Nonfiksi
Tema: Memori