Nasi Bungkus Cinta dari Pak Tonggo

Tri Marcelina Tarigan

Dok.Wikihow

Hari itu tanggal 14 Februari. Untuk seusiaku yang sudah menikah dan punya dua anak, tanggal itu biasa saja, beda dengan zaman remaja dulu. Bangun tidur aku tidak dikejutkan dengan setumpuk bunga mawar seperti selebriti Nia Ramadhani. Yang ada aku nyaris kesiangan memasak bekal suami. Waktu itu cuma tersisa bihun di kulkas. Miris melihat isi kulkas kalau sudah akhir bulan. Aku pun mengolahnya menjadi bihun goreng.

Kebetulan tanggal 14 Februari kemarin itu hari Jumat. Hari pendek. Suami pulang kerja lebih awal. Tapi dia bersiap-siap kembali untuk ke sekolah karena ada rapat. Sebelum berangkat, dia masih sempat menidurkan Gracella, anak sulung kami. Bapak panutan.

” Pergi dulu ya, ma!” Katanya bersiap-siap.
” Gak makan dulu?” Tanyaku sambil menggendong anak kedua kami yang masih bayi.
” Gak. Nanti disana ada konsumsi.” Jawabnya singkat.
” Wah.. makan enak dong! Mau lah..” sahutku dari luar rumah mencari udara segar.

Hari itu cuaca panas sekali. Akupun jadi terasa lapar. Suami pun berangkat. Aku sudah siap beberes rumah dan memandikan anakku saat suami kembali. Aku melihat dia membawa bungkusan kecil.

” Bawa apa itu Pa?” Tanyaku penasaran.
” Ini nasi bungkus buat mama. Tadi waktu dibagikan makannnya, aku sebenarnya lapar sekali. Tapi tiba-tiba ingat mama. Gak jadi aku makan. Buat mama aja. Anggap saja kado valentine dariku,” ceritanya padaku yang bikin haru.

Terlalu so sweet ya.. Aku cuma bisa kasih senyum terbaikku sambil bilang terima kasih. Nasi bungkus itu sudah lebih dari setumpuk bunga mawar atau sekarung cokelat buatku karena kasih itu memang sederhana. Sesederhana nasi bungkus yang aku nikmati dengan sepenuh hati setulus yang memberi. Terima kasih.

Untuk suamiku, Tonggo MP. Simanjuntak, Sarangheyo ❤️



Genre: Nonfiksi

Tema: cinta