Maryono
Di bulan Ramadan ini aku selalu sendirian beribadah. Dari sahur, puasa, lalu buka sendirian di perumahan guru. Heemmmm… yah soalnya masih jomblo. Meski ada yang selalu memberi perhatian lewat WhatsApp, Telegram, dan lain-lain, aku tetap merasa sepi.
Di tengah kesunyian, aku sempat mengunjungi adikku di Bengkulu. Dia wisuda dan hari itu buatku jadi momen yang baik. Yah, siapa tahu adikku bisa mengusir kesepian yang aku rasakan.
Tapi, hedeh…. ternyata acara wisuda dilaksanakan daring. Kami hanya menonton live streaming di laptop. Dari jam delapan pagi hingga selesai kami nonton panitia pelaksana wisuda membacakan lulusan. Membosankan sekali sampai aku bilang ke adikku kalau acaranya tidak asyik.
“Yah mau gimana lagi Mas, lulusan Corona ya begini,” jawabnya lalu kami tertawa bersama.
Wisudawan Corona ini kasihan sekali. Mereka tidak bisa bertemu teman seperjuangan, padahal bisa jadi wisuda jadi momen terakhir mereka bersama. Tidak ada kenangan foto bersama pula. Aku sarankan untuk tidak mengembalikan toganya untuk foto bersama keluarga di kampung halaman. Dia cuma tersenyum saja.
Untuk sementara adikku bisa mengusir kesepianku. Tapi tidak lama karena habis menikmati momen itu aku kembali ke Agricinal. Sepi datang lagi, entah kapan hati ini diisi fragmen kecil nan penting.
Genre: Nonfiksi
Tema: Cinta