Rumah Makan dengan Kalkulator Rusak Membolongi Kantongku

Apriyanti

Dok Wikihow

Bulan  puasa adalah bulan memperbanyak ibadah sekaligus makan-makan. Aku dan anak-anak sering keluyuran beli takjil di sekitar rumah. Kami sering memadukan takjil itu dengan es cendol buatan sendiri. Segar sekali rasanya.

Namun bulan puasa tahun ini aku harus sedikit berhemat. Bukan karena naiknya bahan makanan yang berimbas ke harga melainkan karena kesalahan sendiri.

Sore itu aku janjian buka bersama dengan dua temanku. Kami mau buka di luar rumah untuk kangen-kangenan sekaligus merayakan ulang tahunku sehingga aku yang akan membayar semua makanan yang kami santap. Kami janjian di rumah makan favorit karena makanannya dimasak setelah dipesan, bukan dipanaskan seperti kebanyakan warung.

Kami sampai ke rumah makan nyaris berbarengan. Rumah makannya tutup, kata temanku pemilik rumah makan kena musibah sehingga warungnya tutup. Dia lantas mengajak ke rumah makan persis di seberang jalan. Karena waktu sudah menunjukkan jam lima sore kami segera saja ke sana.

Kami disambut keramahan pelayan di rumah makan itu.  Beraneka menu makanan ditaruh ke meja kami.  Wah, harganya cukup murah kataku pada teman-teman.

“Ya iyalah murah, kalau tidak murah nggak laku rumah makan ini,” sambar temanku dengan suara yang sedikit keras sehingga hamper semua orang di sana menoleh ke meja kami. Malu sekali rasanya aku.

Mereka bernyanyi lagu Selamat Ulang Tahun lalu mendoakan hal-hal baik sambil memelukku. Setelah momen menyenangkan itu makanan datang dibarengi tanda buka puasa. Kami menyantap makanan dengan gembira. Tambah gembira karena harganya murah.

Setelah selesai makan, aku bangkit menuju kasir lalu memesan tiga bungkus makanan, dua untuk teman-temanku itu. Baru juga beberapa langkah meninggalkan kasir, seorang pelayan berteriak memanggil kami.  Kami balik lagi ke meja kasir. Pelayan bilang dia salah hitung.

Bu kasir menjelaskan bahwa jika makanan yang dibungkus harganya dua kali lipat. Aku terkejut, baru kali ini menemukan logika macam itu di rumah makan. Segera saja aku bayar dengan wajah merengut. Sampai di luar rumah makan, dua temanku itu tak tahan lagi menahan tawa lalu mengejekku. Sial.



Genre: Nonfiksi

Tema: Ramadan