Hampir Melupakan Natal

Yosua Nata Nael Napitupulu

Gambar: Wikihow

Ada yang berbeda saat bangun pagi minggu kemarin. Entah kenapa badan saya sangat ringan bangun pagi. Perasaan saya juga sangat senang, seolah-olah semua keberuntungan di dunia ini menyelinap ke kamar saya. Setelah cuci muka lalu chit-chat dengan keluarga saya pergi ke lapangan sekolah. Di sana teman-teman sudah menunggu saya bermain bola.

Hari itu cukup terik tetapi tidak mengalahkan semangat kami main bola. Saya benar-benar tidak mengerti, hari itu saya tidak merasa capek. Padahal habis main bola saya segera lari ke kandang sapi lalu membawa mereka meladang. Sore harinya saya beres-beres rumah tanpa diperintah. Tak mau diam pikiran saya waktu itu.

Saya mulai mencari dari mana energi dan kebahagiaan itu datang ketika masuk gereja. Syukur ada kawan saya yang menjemput karena hari itu saya lupa harus latihan menyanyi di gereja. Begitu masuk gereja saya merasakan kesejukan dan sesuatu yang sama saat bangun pagi. Saya lihat kiri dan kanan, seperti baru pertama masuk ke gereja itu. Kawan saya pun bingung.

Ibu yang sedang kebingungan mencari barang jadi pemandangan pertama saat saya sampai di rumah. Saya tanya ibu barang apa yang dicari. “Bola lampu untuk pohon Natal,” jawab Ibu.

Natal. Itulah jawabannya. Itulah sumber kebahagiaan yang saya rasakan sejak pagi. Saya lupa tahun ini sudah masuk Desember, di mana Natal tinggal hitungan hari. Jelang Natal keluarga kami memang super sibuk namun bahagia. Saya jadi berpikir kapan terakhir kali membantu ibu memasang hiasan pohon natal. Mungkin apa yang saya rasakan sejak pagi itu semacam peringatan agar saya tidak lagi lupa pada keluarga. Manusia tidak hanya diuji susah saja bukan?

“Ayo Bu pasang pohon Natal.”



Genre: Nonfiksi

Tema: Natal