Hulk Kecil vs Ibu Santi

Juni Anita Purba

Dok.Focusonthefamily

Lonceng pulang sekolah berbunyi, aku semangat menuju taman bermain tempat penitipan anak untuk menjemput Bella, anakku. Biasanya saat melihatku di pintu taman bermain, Bella riang sekali. Dia menuju ke arahku sambil bilang “Mamaku sudah datang..Mamaku jemput, yes!” dengan riang gembira.

Tapi belakang ini dia tidak seriang dulu ketika melihatku. Saat melihatku dia ingatnya HP saja. Di situ aku merasa sedih, hiks..hiks. Untunglah kegiatan selama di taman bermain dilakukan di perpusatakaan. Mereka juga bermain sepeda, lego, kuda-kudaan, dan lain-lain. Jauh dari HP.

Di pintu masuk taman aku berpapasan dengan Ibu Santi yang tampaknya tertarik dengan percakapan aku dan Bella. Bella merengek minta HP padaku saat itu sampai hiteris, seperti orang yang kehilangan sesuatu. Tangisan Bella meledak karena aku tidak mau memberinya HP. Ibu Santi pun mendekati Bella lalu menasihatinya.

“Bella, tadi pagi Ibu lihat Bella bawa jajan lho. Kan Bella sudah janji, no jajan warung, no HP, kok sekarang tiap lihat Mamanya minta HP. Enggak boleh ya sayang,” tegur Ibu Santi.

Bella melawan Ibu Santi. Dia malah tambah marah. Dia menjerit, marah, lalu ngambek. Aku coba menenangankan Bella tapi gagal, malah dia tambah mengamuk lalu memberantaki mainan yang ada di taman. Emosi Bella enggak bisa ditahan, seperti Hulk kalau sudah marah. Thor sekalipun enggak bisa menahan Hulk. Melihat kejadian itu dalam hati aku bicara, nampak kali boru bataknya, he..he..he.

Ibu Hatta dan Penti yang bekerja di taman ikut menenangkan dan membujuk Bella. Mereka bernasib sama denganku: gagal membujuk Bella yang makin menunjukan kemarahannya. Aku cemas sekaligus tidak enak sama Ibu-Ibu yang berusaha menenangkan Bella. Pikiranku kacau, memperkirakan beberapa kemungkinan, termasuk persepsi para Ibu-Ibu tentang diriku. Setelah Marah Bella masuk kelas lalu disusul lagi sama Ibu Santi.

“Bella kalau main HP terus matanya rusak dan bisa meledak lho. Ingat, bisa meledak!. Kalau jajan warung nanti perutnya juga akan sakit,” kata Ibu Santi di depan Bella yang marah.

Sontak Bella jadi tenang. Ibu Santi pun tak menyiakan kesempatan itu dengan memberi nasihat lainnya.

“Tapi kalau Bella mau mendengarkan nasihat Ibu, mata Bella bisa bagus terus. Bisa lihat Ibu Hana, Kakak Penti, lihat adik-adik di taman bermain. Bisa ke TK, bisa ke perpustakaan. Bella mau ke TK kan, mau sekolah kan?” bujuk Bu Santi.

Tiba-tiba kemarahan Bella mereda sepenuhnya. Wajahnya tidak lagi galak. Ia menjawab nasihat Ibu Santi dengan wajah ceria dan simbol “piss” dengan jarinya. “Tapi enggak apa-apa kan makan buah-buahan seperti pisang, apel, pokoknya buah-buahan kan Bu Santi?” tanya Bella.

Ibu Santi mengangguk. Bella berjanji tidak akan jajan di warung lagi. Dia berjanji lagi akan menjadi Detektif Conan untuk Ibu Santi. Bella akan menjadi mata-mata siapa saja teman-temannya yang main HP dan jajan warung ke Bu Santi.

“Kalau ada yang kayak gitu nanti marahin ya Bu,” pinta si Bella lalu keduanya menyatukan jari kelingking tanda perdamaian. Cemasku hilang melihat momen itu. Mereka akhirnya jadi teman lagi bahkan Si Bella jadi detektifnya Ibu Santi.

Juni Anita Purba
SMA Tenera



Genre:

Tema: