Santi Lastri
“Hanya bilik bambu tempat tinggal kita tanpa hiasan tanpa lukisan”- Rumah Kita – God Bless
Akhir-akhir ini lagu ‘Rumah Kita’ sering terdengar di media sosial dan televisi. Lagu yang dipopulerkan band God Bless ini menjadi perenungan buatku sebagai anak yang jauh dari kampung halaman agar tetap ingat akan asalku. Saat lagu ini terdengar aku langsung teringat orang tua di kampung halaman yang harus di rumah saja karena pandemi covid 19. Bahkan ke sawah pun mereka tidak boleh karena pandemi ini. Semoga mereka selalu sehat dan tetap diberkati Tuhan.
Ingatan masa kecilku bersama abang dan adikku juga datang. Betapa bahagianya saat kami berman di pematang sawah, memetik jambu lalu memakannya tanpa harus dicuci terlebih dulu. Tidak ada istilah cuci tangan pakai sabun atau mencuci buah sebelum dimakan. Semua masuk ke mulut tanpa dicuci. Tak ada kata kuman, bakteri, atau virus. Bahkan akupun pernah minum air irigasi.
Waktu itu aku dan abangku sedang mamuro (menjaga padi supaya tidak dimakan burung). Biasanya sekitar jam 10 pagi gerombolan burung sudah pergi dan kami bisa pulang. Namun hari itu sudah jam 11 gerombolan burung masih mengincar padi. Kami menghalau para burung sampai kehausan dan lemas. Aku merengek mengajak abangku pulang, tak peduli burung yang masih mengincar padi kami karena aku sangat haus. Abangkupun menyuruhku untuk bersabar. Katanya sebentar lagi kami pasti pulang. Tapi tetap saja burung- burung masih terlihat.
Melihatku hamir lemas kehausan, abang mengajakku ke irigasi. Dia langsung membuka baju lalu meletakkannya di atas air. Aku disuruh minum. Aku awalnya ragu, tapi kata abangku tidak apa-apa karena airnya bersih. Aku menunduk lalu meneguk air yang mengalir dengan jernihnya. Wah, rasa haus langsung hilang. Kami seperti ponsel yang telah terisi tenaganya sehingga masih bisa menjaga padi sampai burung- burung pergi. Dan akupun tidak sakit perut walau minum air mentah.
Genre: Nonfiksi
Tema: Covid-19