18 Tahun Enggak Bayar Uang Sekolah

Mulyanto

Aku selalu menjadi murid tertua saat sekolah. Masuk SD umur 14 tahun, tamat kuliah di usia 32. Waktu kecil aku suka berburu sehingga lupa mendaftar sekolah ditambah orang tuaku juga tidak sekolah. Jadi cocok deh.

Di tahun 70an, keadaannya beda dengan sekarang. Jangankan sekolah, untuk sekadar makan saja susah. Tapi lama kelamaan timbul juga keinginan sekolah biar punya kawan manusia. 

Akhirnya aku pada suatu pagi dengan pakaian lusuh aku ikut kawanku ke sekolah. Aku duduk di bangku paling belakang di SD Inpres Dadapan Lampung selatan. Kehadiranku menarik perhatian guru. Bu Rusmini namanya. Pendek cerita aku diterima sekolah di sana secara cuma-cuma, enggak perlu bayar uang sekolah atau seragam 

Untung saja aku memiliki tubuh kecil. Walau umurku sudah 14 tahun tapi postur tubuhku masih sama dengan anak – anak yang berumur 7 tahun, bahkan lebih kecil.

Selama sekolah SD aku dekat dengan guru dan sering disuruh ini itu termasuk membelikan kacang goreng di warung atau mengantar surat cinta guru. Waktu itu rata rata guru SD masih lajang. Aku tidak tahu kok aku bisa lulus dari SD tanpa seragam dan tanpa membayar. Kelas 3 SD aku pindah sekolah ke Bengkulu karena ikut Transmigrasi. Di sana lagi-lagi aku beruntung, enggak bayar sekolah juga.

Tamat SD aku daftar SMP sendiri. Jarak sekolah ke rumah 11 km, tiap hari jalan kaki. Nah, selama SMP aku juga tidak pernah bayar uang sekolah karena selalu jadi juara. Sementara untuk memenuhi kebutuhan makan dan buku aku ikut salah satu guru di SMP, aku dianggap anak dan disekolahkan.

Tamat SMP aku pulang ke rumah orang tua. Aku lihat keadaan ekonomi masih sama yaitu miskin. Padahal aku ingin sekali melanjutkan sekolah ke kota . Akhirnya aku putuskan pergi ke kota Bengkulu ingin sekolah entah bagaimana caranya.

Sebelum berangkat aku diberi uang Rp21 ribu oleh ibu. Dengan uang itu aku pergi ke kota Bengkulu naik Bus Damri. Tidak ada rumah atau tempat yang aku tuju. Pokoknya pergi saja dulu. 

Aku tiba di Kota Bengkulu sekitar jam empat sore, turun di pool Damri Km 6,5. Bingung juga aku aku mau ke mana, pokoknya menyusuri jalan saja. Di Km 8 aku berhenti di pencucian mobil. Aku menonton orang mencuci mobil lalu bilang ke pemiliknya mau belajar. Alhamdulillah direspon lalu diajari mencuci mobil.

Selama di sana aku hanya diberi makan saja. Setelah dilatih selama satu bulan baru digaji. Aku senang sekali. Setelah bekerja sebagai pencuci mobil selama 3 bulan aku sudah mendapatkan biaya daftar sekolah. Aku diterima sekolah di SMA Gama Kota Bengkulu. Selama bersekolah di SMA GAMA aku mendapat juara umum lagi sehingga tidak perlu bayar uang sekolah sampai lulus. 

Tamat SMA aku pulang kampung. Keadaan ekonomi orang tuaku tetap belum beranjak dari garis kemiskinan. Aku bekerja di pabrik genteng agar mendapat biaya kuliah. Setahun kemudian aku mendaftar kuliah di UNIB  FKIP S1 jurusan Bahasa Inggris. Selama enam tahun aku mendapatkan Beasiswa BKM dan sangat cukup untuk membiayai kuliah sampai selesai. Tamat kuliah pekerjaanku pindah-pindah dan yang terakhir kerja di Tenera . Di Tenera aku melanjutkan kuliah S2 dan dibiayai oleh perusahaan. Jadi selama sekolah dari SD sampai S2 aku tidak pernah membayar. 



Genre: Nonfiksi

Tema: Memori