Tanpa Juventus, Inter Hanya Bungkus Mentos di Lautan

Swadesta Aria Wasesa

Dok Wikipedia

Inter Milan juara setelah sepuluh tahun hanya menonton tim lain mengangkat trophy. Musim 2010/2011 mereka termangu ketika tim satu kota, AC Milan memuncaki klasemen. Lalu sembilan tahun beruntun tergolek tanda daya, tuna karya lantaran Juventus begitu perkasa di puncak klasemen. Penderitaan mereka berakhir musim ini seiring dengan buruknya manajemen Juventus dalam membangun tim setelah kepergian Allegri.

Suka tidak suka, Inter harus berterima kasih pada Juventus. Faktor tim dengan sejarah sepakbola terkuat di Italia itu tak bisa dilepaskan dari gelar Lautaro dan kawan-kawan hari ini. Sejarah bicara demikian karena tiap Inter meraih gelar selalu ada ‘Juventus’ yang membantu mereka, setidaknya dalam 32 tahun terakhir. Jadi, Pak Teguh Kepala Sekolah SMP Tenera itu harus mengakui betapa Juve memang jauh lebih besar dari Inter dalam persoalan ini.

Mari ke musim 1988/1989 saat Inter mengoleksi gelar ke-13 usai delapan tahun ditikam duka. Gelar itu mereka dapatkan setelah mengontrak eks pelatih Juventus, Giovanni Trapattoni. Menjalani musim dengan banyak pemain bintang, Inter antiklimaks saat melawan Juve yang hanya diperkuat dua pemain kelas dunia: Rui Baros dan Michael Laudrup. Pasca scudetto yang dirayakan besar-besaran itu (maklum, gegar juara), Inter jadi anak bawa lagi selama 17 tahun.

Gelar ke-14 mereka tahun 2005/2006 masih diperdebatkan sampai saat ini. Juventus mereka kalahkan dalam ruang pengadilan yang diduga diatur. Mereka tidak hanya menzalimi Alessandro Del Piero dan kawan-kawan sehingga turun ke Serie-B namun juga merampok gelar juara. Satu tahun berselang, gelar ke-15 datang dan lagi-lagi karena faktor Juventus. Ada Patrick Viera di lini tengah yang membentengi barisan pertahanan yang lemah itu, sedangkan di barisan depan Zlatan Ibrahimovic yang belajar banyak dari David Trezeguet di Juventus jadi faktor lain. Ibra juga membantu Inter merebut gelar tiga musim beruntun.

Faktor Juventus hadir lagi saat Inter mengangkat gelar juara ke-18 sekaligus menjuarai Champions League 2009/2010. Kali ini bukan di sektor pemain atau pelatih melainkan momen transfer. Adalah Gabriele Oriali, konsultan transfer yang dekat dengan Juventus yang membantu Inter musim itu. Oriali yang mendapat kemampuan analisis dari para pemain Juve saat Italia menjuarai Piala Dunia 1982 seperti Paolo Rossi dan Dino Zoff bertindak sebagai representasi tim kala mencari pemain. Kemampuan analisis yang diturunkan penggawa Juventus saat mereka masih aktif bermain itu berhasil mendatangkan Samuel Etoo dan Thiago Motta yang sesuai dengan kebutuhan tim.

Dan mari bahas musim ini. Klub yang warna jerseynya mirip Jin Aladin menjadi Juventuisme kaffah karena memakai jasa orang-orang yang pernah menggantungkan hidup pada raksasa Turin. Ada nama Giueseppe Marotta, suksesor Luciano Moggi di Juventus dan tentu saja Antonio Conte. Nama terakhir ini mengapteni Juve 1996-2001 dan mendapatkan popularitas besar sebagai pelatih ketika mengarsiteki Buffon dan kawan-kawan 2011-2013.

Deretan fakta itu membuktikan bahwa Inter Milan selalu mengekor Juventus dalam membangun dan meramu tim sehingga harus cium tangan pada Nyonya Tua. Tidak hanya sebagai tanda hormat, namun juga bukti bahwa tanpa Juventus Inter hanya bungkus permen mentos yang mengambang di samudera.



Genre: Nonfiksi

Tema: olahraga