Bu May, Buruh Ladang yang Murah Hati

Nurul Hidayati

Dok. Film Kartini

Matahari baru saja naik. Para petani yang kebanyakan ibu-ibu bersiap pulang ke rumah masing-masing setelah memeras keringat bekerja di ladang orang sejak subuh. Hasilnya memang tak seberapa, sekadar buat tambahan para suami yang bekerja sebagai pemanen sawit.

Sekali dalam sepekan ibu-ibu itu mengikuti majelis taklim setelah pulang dar ladang. Kira-kira jam dua siang sampai masuk waktu ashar dengan ustaz yang sama. Di samping menambah ilmu agama dan memperkuat ruhaniah, mereka juga memanfaatkan acara itu untuk berbagi cerita tentang keluarga.

Bu May salah seorang dari ibu-ibu itu. Suaminya sudah lama meninggal. Putra dan putrinya sudah dewasa dan berkeluarga. Sejak lama Bu May terkenal dengan sifat ramahnya. Anak-anak paling senang bermain ke rumah Bu May karena selalu disuguhi makanan, sesekali uang. Apalagi kalau ada saudara yang berkunjung, meski bukan orang kaya Bu May selalu memberi sangu.

Siang itu Bu May bersiap menghadiri majelis taklim usai dari meladang. Dia memakai baju baru yang terlihat mahal, pemberian putrinya. Di majelis taklim ada teman Bu May yang mengagumi pakaiannya itu. Pulang dari majelis, Bu May membungkus baju pemberian putrinya lalu menghadiahkan pada temannya itu. Putrinya kecewa, namun merasa bangga juga karena sidat dermawan Bu May.

Saat Bu May meninggal, lemarinya sudah kosong. Hanya tersisa beberapa helai pakaian yang biasa dikenakan Bu May sehari-hari. Kini masyarakat kehilangan setelah perempuan pemurah itu meninggal dunia. Semoga kita semua bisa meniru sifat pemurah Bu May.



Genre: Nonfiksi

Tema: Memori