Menemukan (Kembali) Sahabat di Tenera

Anik Febriyanti

Dok.Wikihow

Sebagian besar orang barangkali sulit menjawab jika ditanya tentang sahabat. Orang seperti apa sih yang bisa kita sebut sahabat? Harus memberikan apa seseorang itu kepada kita sehingga masuk kategori sahabat?

Bagiku sahabat bukan teman sejak kecil. Kebersamaanku dengan teman kecilku cukup singkat. Kami berpisah sejak masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hubungan kami terhalang jarak dan waktu. Kemudian masa putih abu-abu yang kuhabiskan di Kota Bengkulu pun tidak seindah quote bahwa SMA adalah masa paling indah.

Kehidupanku di SMA biasa saja. Semua hal yang ingin kulakukan terhalang keadaan saat itu. Merantau di kota lalu tinggal bersama saudara membuat hubungan pertemananku berjalan biasa-biasa saja. Bertemu teman hanya saat di sekolah saja, tidak banyak kisah yang bisa aku ceritakan saat aku SMA.

Tahun 2012 aku mendaftar di salah satu universitas swasta di Kota Bengkulu, mengambil jurusan BK. Aku mencari tempat tinggal sendiri atau yang sering disebut kos-kosan atau kontrakan karena ingin belajar mandiri sekaligus mampu bertanggung jawab untuk diri sendiri. Aku pun diizinkan orangtua keluar dari rumah saudara. Betapa bahgaianya aku, keinginan menambah teman dan pengalaman tercapai.

Di masa kuliah itulah tiap momen membentuk diriku yang sekarang. Aku punya banyak teman. Anak Rohis, anggota UKM Seni, sampai mahasiswa pendaki. Kisah ini bukan tentang mereka melainkan tentang seseorang yang aku temukan di geng yang kami beri nama Be7. Nama itu menandakan bahwa kami berjumlah tujuh orang. Namun, di pertemanan ini aku hanya bisa mempercayai satu orang saja. Dia adalah tempat menumpahkan segalanya, ‘rumah’ berbagi nasib.

Kami punya nasib serupa. Mahasiswi yang punya tanggung jawab mengurus atau menjaga adik yang saat itu sedang kuliah juga. Tugas kami berdua tentunya hampir sama. Pernah suatu hari ketika uang bulanan habis, adikku yang sedang menuju tempat kuliah mengendarai motor terjaring razia. Aku harus mencari uang pinjaman dan saat itu dialah seseorang yang bersedia meminjamkan uangnya.

Tidak hanya soal materi, ketika aku putus cinta sekalipun tempat yang kujadikan pelarian adalah kontrakan di jalan Merpati 14, kos bercat merah muda yang di dalamnya dihuni mahasiswa berbadan kecil, lebih pendek dari aku, dan berambut lurus. Aku sering menumpahkan segalanya di pundaknya. Begitu juga sebaliknya, ketika adiknya membuat masalah dia akan mencariku hanya untuk sekadar berbagi cerita.

Pernah suatu hari masa sewa kosan kami hampir habis berbarengan. Kami sepakat mencari kontrakan yang harga sewanya murah untuk meringankan beban orangtua. Hampir setiap hari kami berkeliling mencari kontrakan murah. Aku menemukan kontrakan dengan uang sewa Rp5 juta 1 tahun.

Rumahnya kecil. Berdempetan dengan rumah lainnya, dibatasi satu dinding bata saja. Kontrakan itu punya satu ruang tamu, satu kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Kala itu kontrakan tersebut sedang direnovasi dan kami pun menunggu hingga selesai. Karena meteran listrik hanya satu, kami sepakat bergantian untuk mengisi pulsa listrik.

Masa kuliah sampai semester akhir kami lalui dengan banyak cerita, dari gelap sampai terang. Kami pernah tidak bertegur sapa karena alasan yang tidak jelas. Pernah saling menutupi kesalahan di hadapan ibu kos dan bolos kuliah demi menyelesaikan Drama Korea (Drakor). Pernah suatu hari ketiga tidak ada kegiatan, kami mencari destinasi air terjun di salah satu desa yang mengarah ke Selatan.

Satu jam lebih kami berkeliling mencari air terjun berbekal petunjuk jalan dari kata orang. Jalan lebar perlahan mengecil hingga setapak. Hari mulai gelap saat kami melewati jalan bebatuan yang dikepung pohon karet. Kami menyerah, lalu kembali ke kota. Habis bensin dan tenaga. Setelah momen buruk itu aku berjanji untuk mengajaknya pergi ke sebuah air terjun di daerah Curup.

Singkat cerita, aku menghubungi teman-teman di Curup. Kami berangkat dari Kota Bengkulu berenam mengendarai sepeda motor. Kami mengajaknya ke air terjun Batu Betiang. Air terjun itu diberi nama Batu Betiang karena punya dinding batu yang menyerupai tiang. Jalan ke Batu Betiang harus ditempuh dengan berjalan kali selama dua jam melewati hutan. Sebenarnya aku juga baru pertama kali ke sana. Air terjunnya tidak terlalu tinggi tetapi kami tetap hati-hati karena kabar terakhir ada yang pernah terseret arus di sana.

Setelah berlibur kami kembali beraktivitas dan berkutat dengan sksripsi. Aku ujian skripsi terlebih dahulu lalu lulus lebih dulu. Hingga akhirnya kami berpisah karena aku kembali ke desa. Aku sudah bekerja di Sekolah Tenera selama 1 tahun. Tiba-tiba saja notifikasi ponselku berdering, ternyata dia yang sudah hampir 2 tahun berpisah denganku menghubungi dan meminta bantuan untuk dicarikan kerja. Dengan senang hati aku menyarankan dia untuk memasukan lamaran ke Yayasan Tenera dan pada akhirnya dia diterima menjadi guru BK di jenjang SMP.

Iyaa dia adalah Eka Ria Permata Sari. Kami bertemu kembali setelah dua tahun berpisah. Tuhan kembali mempertemukan garis hidup kami. Apapun yang kami lalui dulu adalah apa yang membentuk persaudaraan kami hingga saat ini.



Genre: Nonfiksi

Tema: Sosial