Kembali ke Jalan yang Benar

Edi Susanto

Dok.Wikihow

Selasa 8 Februari 2022, hari yang tak akan pernah aku lupakan sepanjang hidup. Hari itu ada acara Tenera Kasih. Kami, para guru dibagi menjadi dua tim. Tim pertama berkunjung ke kediaman Pak Tonggo Simanjuntak, tim selanjutnya singgah ke rumah Bu Dwi di Afdeling tujuh.

Aku masuk tim yang berkunjung ke rumah Bu Dwi bersama Pak Anggiat, Pak Teguh Budi Utomo, Pak Maryono, Bu Anik, Bu Solikha, Bu Sartini, Pak Anggi, Ibu Okti, Pak Rasep, Pak Sendi, Pak Wiwin Hartanto, Pak Miswanto dan Pak Sujar.

Sekitar jam satu siang kami berkumpul di bundaran. Kami janjian berangkat bareng karena ada beberapa guru yang belum tahu lokasi rumah Bu Dwi di Afdeling 7. Aku salah satunya. Begitu sudah kumpul kami langsung meluncur berbarengan. Punggung guru lain sudah lenyap, aku tertinggal di belakang bersama Pak Anggiat. Aku merasa tenang saja karena Pak Anggiat bilang tahu lokasi rumah Bu Dwi. Ke mana Pak Anggiat mengarahkan motor, ke sanalah aku ikuti.

Di tengah perjalanan kami menemui jalan bercabang. Ada yang lurus dan ke kiri. Nah, akupun mengikuti Pak Anggiat yang belok kiri. Kira-kira baru menempuh 200 meter Pak Anggiat berbalik arah lalu memberi kode padaku untuk berhenti.

“Jalannya kok kayak gini sekarang, kayaknya bukan ini deh Pak Edi, yang lurus tadi,” kata Pak Anggiat lalu tertawa. Aku ikut tertawa. Sebelum kembali ke jalan yang benar lalu sampai di tujuan, Pak Anggiat bilang padaku agar tidak menceritakan kejadian tadi ke guru-guru. Aku mengangguk sambil tertawa.

Kami sampai di rumah Bu Dwi ketika acara sudah berlangsung. Rekan-rekan bertanya kenapa kami lama sekali di perjalanan. Dengan sigap Pak Anggiat menjawabnya. Dia bilang kami pelan-pelan saja karena ingin menikmati pemandangan. Jawaban itu mengembangkan senyumku ketika memandang Pak Anggiat. Namun selang lima bulan aku tidak tahan juga menyimpan kisah itu.



Genre: Nonfiksi

Tema: Memori