Nindya Aryani
Aku sangat mengagumi mama. Dia sosok mengagumkan. Perempuan hebat, wanita tangguh sekaligus mandiri yang mampu survive dalam situasi apa pun. Mama serba bisa, kemampuannya banyak. Dari masak, menari, sampai menjahit dia juara. Mama punya keteguhan hati, yang tidak akan roboh dihantam topan.
Kelembutan mama tiada banding. Namun, bukan berarti tidak pernah marah. Mama bisa menjadi seperti singa yang diusik dari tidurnya ketika kami melakukan kesalahan fatal. Aku lebih suka mama menjadi singa daripada menggunakan jurus silent treatment untuk ‘memarahi’ kami. Ketika mama sudah memakai jurus itu kami jadi serba salah. Jadi ya lebih baik diomeli saja.
Mama selalu bercerita tentang masa lalunya. Sejak kecil dipaksa mandiri oleh keadaan. Menempuh jalan penuh belukar lalu memanjat tembok demi tembok untuk bertahan hidup. Mama hidup di asrama yang ketat sejak kecil lalu sudah merantau saat remaja. Lulus SMA langsung bekerja. Mama menempa dirinya dengan keras. Proses itu dijalaninya dengan tabah sehingga buat saya, itulah alasan mama menjadi salah satu ras terkuat di bumi.
Baru-baru ini kekagumanku membesar. Alhamdulillah dia lulus tes PPPK dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Itu buah kerja keras dan kesabarannya. Bagaimana tidak, sebelum menjadi guru mama sempat kerja di sebuah PT selama hampir 16 tahun. Ia sudah mendapat posisi dan pengasilan yang bisa dibilang lebih dari cukup. Namun, mama memilih mengundurkan diri lantas mengabdi menjadi guru.
Padahal gaji guru tidak seberapa. Alasan mama mengundurkan diri karena ingin punya banyak waktu mengurus keluarga sekaligus memenuhi impiannya. Berat? Pasti. Sulit? Sudah jelas, tetapi Mama tetap sabar dan tekun. Setelah kurang lebih sembilan tahun berjuang, mama mampu mewujudkan impiannya menjadi guru.
Doakan aku setangguh mama ya.
Genre: Nonfiksi
Tema: Keluarga