Sembunyi di Kulkas dari Razia Guru

Swadesta Aria Wasesa

Tukang Kebun (kiri) dan teman-temannya yang sering melahirkan diri dari razia di kantin sekolah

Nilai Ujian Nasional (UN) SMP-ku sebenarnya cukup masuk ke sekolah favorit di Banjarbaru. Tapi aku memutuskan masuk ke SMA 2, sekolah yang waktu tahun 2002 itu kalah favorit dengan SMA 1. Soalnya teman-teman akrabku semasa SMP rata-rata masuk SMA 2. Ada Agus Rubianto, Sonny Sylva Siregar, Firman Multazam Azmi, Yogha Inggil Dirajat, Evy Agusdina Budi Ajeng, Widya Adi Pratama, Boby Wahyu Wibowo, Rinto, Urip Iman Saputra, Deka Tarigan, dan banyak lagi masuk ke SMA 2. Sebagian besar mereka ini kru band-ku semasa SMP dulu.

Widya Adi gitarisku sedangkan Sonny vokalis. Teman-teman baikku lainnya di SMP ada juga yang masuk ke SMA 1. Mereka adalah Recky Hendayana, Dhani Aprianoor, dan Budi Setiawan. Recky kibordisku sedangkan Dhani penggebuk drumku. Mereka ganteng-ganteng, cuma aku saja yang enggak ganteng meski dibilang mirip Nicholas Saputra di film AADC (hehehe enggak penting banget).

Orang tuaku guru di SMA 2. Mereka sudah mewanti-wanti agar aku tidak membuat malu di sana. Harus rajin belajar, tidak boleh bolos, dan menghormati guru lainnya. Mereka kan memang terkenal akrab sama guru-guru lain. Orang tuaku termasuk guru yang disukai guru lain dan murid-murid di SMA 2. Ayahku mengajar Geografi sedangkan Ibuku Kimia.

Tapi kenyataannya pas SMA dulu aku sering sekali bolos mata pelajaran tertentu terutama jam pertama. Apalagi pas kelas 3. Aku dan teman-teman sering sekali bolos jam pertama. Kami duduk-duduk di kantin sambil ngeteh. Nah, Januari 2005, aku dan teman-temanku yang sedang santai di kantin yang terletak di belakang sekolah kalang-kabut setelah ada anak kelas 1 yang tergopoh-gopoh masuk kantin.

“Razia..raziaa..Bapak M razia,” katanya.

Anak-anak yang lain langsung berhamburan ke luar kantin. Aku pergi ke bagian samping kantin yang jadi satu dengan rumah Ibu Djafar, penjaga kantin. Ada ruangan di bagian samping itu untuk menyimpan barang-barang tak terpakai. Om Ami, adik Ibu Djafar yang pagi itu menjaga kantin sekolah bilang kalau Pak M sedang menuju ke arah sini. Spontan aku langsung mencari tempat sembunyi. Gugup.

“Kulkas kosong,” teriak Om Ami.

Tanpa pikir panjang aku langsung membuka kulkas, masuk ke dalamnya sambil menahan napas. Kulkasnya sangat-sangat bau. Panas pula. Hampir sesak napas aku di dalam. Dari dalam kulkas aku dengar suara Pak M yang sedang bertanya ke Om Ami. Suaranya memang mirip Pak M yang sering sekali merazia. Tak selang lama pintu kulkas dibuka. Aku langsung keluar sambil teriak “Amaaaaaaan”.

Lah, ternyata bukan Om Ami yang membuka kulkas. Bukan juga Pak M tapi Ayahku sendiri. Mukanya tampak marah sekali. Sambil berkacak pinggang aku langsung dimarahi habis-habisan. Om Ami tertawa ngakak di belakang Ayah. Aku langsung di bawa ke lapangan basket lalu disuruh push-up 10 kali menurut hitungan dia. Beberapa guru menyaksikan hukuman itu. Responnya sama seperti Om Ami, tertawa melihat aku di-push up ayah sendiri. Hiks..

Sebenarnya itu bukan kali pertama aku dihukum ayah sendiri di sekolah. Hukuman pertama datang saat aku kelas 1 SMA. Waktu itu kelasku dapat tugas jadi petugas upacara. Aku disuruh jadi pembaca doa. Aku menirukan gaya Aa’Gym saat membaca doa di depan seluruh murid SMA dan guru. Bukannya khusyuk mereka malah pada tertawa dan bikin koor “Aaaaaamin”. Setelah upacara, Ayah memberi pengumuman murid-murid jangan bubar dulu. Dia kemudian menyuruhku maju ke tengah lapangan lalu di push up di depan mereka yang lagi-lagi direspon tawa. Hahaha..

Tukang Kebun



Genre:

Tema: