Cerita Lucu Ibu-Ibu Desa Masuk Kota

Santi Lastri

Kisah perjalanan Ibu-Ibu PII Agricinal Bengkulu Utara berlibur ke Kota Jogja sangat menyenangkan dan luar biasa. Ibu-ibu semangat berkumpul di Guest House desa jam delapan malam. Urus ini dan itu akhirnya baru berangkat dua jam kemudian. Sampai di Mess jam setengah satu pagi masih ada ngobrol punya ngobrol dan baru tidur jam dua pagi. Tidurnya tiga jam saja, jam lima pagi sudah bangun.

Setelah itu Ibu-Ibu berangkat ke Bandara Fatmawati. Sampai di sana ibu-ibu sangat senang sekali bisa melihat pesawat dari dekat apalagi pas naik pesawat. Di dalam pesawat juga masih selfie. Di tengah perjalanan seorang Ibu menangis, napasnya turun naik seperti orang asma. Mulutnya komat-kamit seperti berdoa, mungkin karena ketakutan. Dia bernama Bu Nurjanah. Langsung teman di sebelahnya ngomong ke aku yang duduk di depan kursi mereka.

“Lihat Ibu Nurjanah,” katanya.

Spontan aku berdiri melihat keadaan Ibu Nurjanah. Aku ngomong sama Bu Yanti, di sebelahnya, agar diolesi minyak kayu putih, diurut, lalu diajak ngobrol agar jangan tegang. Eh malah Bu Yanti pucat dan diam seribu bahasa. Hihihi lucu melihat mereka yang belum pernah naik pesawat.

Saya pindah ke tempat duduk di samping Bu Nurjanah dan Bu Ester biar ada orang yang menghiburnya. Saya seperti dewa penolong saat itu. Ketika pesawat mendarat kami ke luar lalu ke atas menuju dalam bandara, tapi sebagian Ibu-Ibu tidak kelihatan. Kami bingung mencari mereka, perasaan ada di belakang Ibu-Ibu yang bareng dengan saya.

Tiba-tiba ada laki-laki yang memberitahu saya bahwa Ibu-Ibu rombongan masih ada di bawah sedang selfie. Spontan saya menengok lalu tertawa terbahak-bahak melihat tingkah mereka. Maklum belum pernah berfoto dengan pesawat yang begitu besarnya.

Ada seorang ibu yang tidak berani naik eskalator dalam perjalanan. Dia adalah Bu Okti Darmanto. Dia lebih memilih naik turun tangga sambil mengangkat kopernya yang begitu berat. Saat di Bandara tidak ada tangga, dia terpaksa naik dengan memegang erat tangan seorang laki-laki yang tidak kami kenal di eskalator. Hore..hore..ibu Okti luar biasa.

Di Bandara Soekarno-Hatta, ibu-ibu izin ke toilet. Selang beberapa menit saya menyusul. Saya mendengar suara ribut dalam toilet, seperti pasar kaget saja. Rupanya ibu-ibu tidak paham menggunakan toiletnya.

“Heh, kenapa kok ribut-ribut,” kubilang.
“Ini Bu Jojor, gimana cara biar keluar airnya,”
“Pencet-pencet saja semua,” jawabku.
“Enggak bisa Bu Jojor,” jawab mereka.

Laksana raja penolong saya masuk ke dalam toilet yang mereka gunakan. Waaaah..ternyata saya pun kebingungan juga. Untung Bu Santi muncul lalu menerangkan bagaimana caranya menggunakan toilet duduk itu. Lega hatiku karena toiletnya sampai banjir akibat ulah ibu-ibu. Ibu-ibu juga bingung memakai westafel. Setelah tahu ibu-ibu bolak-balik mengulangi sampai bikin penjaga toilet bete melihat kami.

Sampai di Jogja kami bertemu Bu Opi. Senang rasanya sampai dengan selamat. Ibu Opi menyarankan kami langsung istirahat di hotel. Tapi rombongan saya dan Bu Payung keluar cari susu beruang dan bandrek, biar hangat badan. Tapi kami akhirnya keliling juga, cuci mata di Malioboro. Di dekat hotel kami minum wedang jahe ronde, wah hangat tubuh kami. Setiap malam kami minum ronde sampai akrab sama penjualnya.

Selang beberapa hari setelah sampai di Bengkulu saya buka Facebook. Saya lihat ada permintaan pertemanan. Namanya Aristides Wasesa. Saya lihat profilnya, wah wajahnya kok hampir mirip dengan saya, rambutnya sama keritingnya. Apakah kami bersaudara?. Ternyata dia adalah Tukang Kebun, juru kunci sekaligus bodyguard kami selama di Jogja.

Oh..inilah saya langsung dicari Mas Tukang Kebun, jangan iri ya teman-teman. Mungkin besok-besok dicari Mas Meinar. Sok percaya diri ya ibu Jojor. Sebenarnya masih banyak keseruan lain yang mau saya ceritakan selama di Jogja tapi sampai sini dulu saja ya. Merdeka.

Jojor Silalahi



Genre:

Tema: