Kerasukan di Malam Satu Suro

Syariah

Mungkin ada pembaca yang menganggap cerita ini hanya cerita bohong belaka atau ilusi. Tapi pada kenyataannya ini adalah fakta tanpa rekayasa dan benar-benar terjadi pada keluargaku. Ceritaku ini persis seperti tayangan yang ada di salah satu siaran TV.

Kejadian ini terjadi pada hari Rabu tepatnya tanggal 19 Agustus 2020 bertepatan dengan malam 1 Muharam atau malam 1 Suro. Seperti biasa setiap pulang sekolah sampai dirumah aku sebagai ibu rumah tangga sudah di hadapkan dengan berbagai kesibukanku. Semua pekerjaanku sudah kuselesaikan sebelum Magrib. Entah mengapa hari ini mulai dari pagi dari berangkat kesekolah sampai pulang perasaanku selalu tidak enak, perutku juga mual.

Tiba-tiba datang telepon dari temannya anakku yang kuliah di kota Bengkulu. Dia mengabarkan anakku, Elis, kesurupan setelah membantu temannya pindahan kos. Kabar itu membuatku panik sehingga perut tambah mual. Setelah memastikan kondisinya, aku menunggu suamiku pulang lalu menceritakan kabar buruk itu.

Disneyscreencaps.com

Mendengar ceritaku, suamiku mengajak ke Bengkulu. Dia ke rumah kakak iparku meminjam mobil. Aku disuruh menyiapkan pakaian, antisipasi kalau nanti ada kabar yang tidak menyenangkan lagi. Suamiku menelpon keponakanku agar malam ini Elis tidur di kosnya. Setelah mendengar kabar kalau anakku sudah di tempat kosan keponakanku, aku agak sedikit lega apalagi usai diberitahu kalau anakku sedang tertidur pulas.  Kami juga membatalkan keberangkatan ke Bengkulu.

Tengah malam pintu rumah kami diketuk. Ibunya Wiga, temannya anakku, datang memberitahu bahwa Elis kesurupan lagi. Mual datang lagi mendengar kabar itu lalu aku langsung menghubungi Wiga karena ingin memastikan keadaan Elis.

“Kasihan sama Elis Bu, dia sudah kecapaian dan sekarang tampak lemas sekali. Tapi ibu jangan khawatir ada Pak Ustaz yang meruqyahnya,kita serahkan semuanya kepada Allah.” Sekarang kami terus melantunkan Murrotul Qur’an,”

Suamiku menjemput Elis dari Bengkulu pagi harinya. Aku tidak diizinkan ikut karena vertigo. Mereka kembali sore harinya. Aku peluk Elis lalu bertanya kondisinya.  Tapi sepertinya yang berhadapan denganku bukan Elis. Wajahnya pucat dan pandangannya kosong. Suamiku memberi isyarat agar Elis jangan ditanya-tanya, biar dia istirahat dulu. Aku bertekad malam ini aku harus tidur dengan anakku. 

Paginya anakku ingat semua peristiwa yang menakutan itu.

“Pulang dari rumah kawanku yang pindahan pundakku berat sekali seperti ada beban berat yang aku pikul,mataku dan kepalaku panas dan kepalaku juga terasa pusing. Sampai di kosan di dekat jendela kamarku seperti ada penampakan perempuan berambut panjang yang mengenakan baju putih. Setelah itu aku tidak ingat lagi tahu-tahu ada Pak Ustaz dan tetangga yang berdatangan.Aku langsung diajak Kak Wiga tidur di kosannya. Sebelum sampai kekosan kak Wiga Pundakku terasa berat lagi ada anak kecil yang mengikutiku dari belakang. Anak kecil sepertinya tidak mau pergi dia selalu mengajakku bermain,” cerita Elis panjang lebar.

Mendengar ceritanya, malam kedua dia di rumah aku bertekad menemaninya tidur. Malam itu kami tidur sambil memutar Murrotal Qur’an dari HP. Tiba-Tiba anakku kembali mengeluh pundak dan kakinya berat. Tak berlangsung lama anakku kembali kesurupan. Suaranya berubah. Suara pertama seperti kuntilanak tertawa lalu tiba-tiba berubah menjadi suara anak kecil merengek.

Bala bantuan yang aku telepon kalah kuat. Enam orang memegang tubuh anakku terpental, mereka seperti melawan puluhan orang yang masuk dalam tubuh Elis. Kukeraskan bacaan Alquran, makin marah lelembut yang merasuki anakku. Momen horor itu terjadi satu jam lamanya.

Aku dan suamiku ingin membawa anakku berobat tapi bingung ke mana. Kalau sakit medis aku akan membawanya ke dokter. Tapi sakit anakku beda. Akhirnya kami membawanya berobat ke orang pintar yang bisa mengobati orang kerasukan.  Sampai di sana kejadian malam tadi terulang kembali. Lima orang yang berusaha memegang anakku kewalahan. Orang yang menolong anakku mulai melantunkan ayat dan seketika anakku semakin marah.

“Pergilah ke alammu jangan ganggu dia. Kasihan sudah dua malam kamu selalu mengikutinya. Kalau enggak mau keluar, mbah pukul pakai ikat pinggang,” perintah orang tua itu ke sosok yang merasuki anakku.

Anakku menangis histeris seperti orang yang sedih untuk berpisah. Diambillah air segelas lalu orang pintar itu minta anakku untuk meminumnya. Setelah minum air itu anakku mulai sadar. Sampai sekarang dia tidak pernah kerasukan lagi. 

Mungkin di era yang modern ini, sebagian ada yang tidak percaya dengan makhluk gaib yang alamnya berbeda dengan kita manusia. Tapi…..mereka juga ada, kasat mata di mana kita tidak bisa melihatnya.



Genre: Nonfiksi

Tema: memori