Opung dan Setiap Kata yang Tidak Tersampaikan

Wiliam

Dok. Wikihow

Liburan waktu itu aku dan keluarga mengunjungi opung kesayangan. Dia sedang sakit keras, kena stroke. Kata mama, opung jatuh lalu kepalanya terbentur ketika sedang menggendong cucu. Aku senang mengunjunginya karena sudah lama tidak main ke sana.

Kami sampai tengah hari setelah menempuh perjalanan yang lama sekali dari Agricinal. Opung berbaring di tempat tidur, bergerak saja sulit. Mamak segera salim diikuti anggota keluarga lainnya, aku yang terakhir. Pas salim opung meletakkan tangannya ke ubun-ubun kepalaku.

Tangan itu makin menghangatkan tubuhku yang sejak di mobil kedinginan karena AC. Sengaja aku berlama-lama biar tangan opung tetap di kepalaku. Mungkin begini rasanya kangen.

Tiba-tiba mamak mendekatkan telinga ke bibir opung yang sepertinya ingin bicara sesuatu. Mamak lalu mengambil kertas dan pena lalu menyelipkannya ke tangan opung karena tidak bisa menangkap suaranya. Namun, opung tidak menulis apa-apa.

Kami mengobrol dengan keluarga lain di dalam kamar opung. Wajahnya terlihat sangat bahagia kata tante, apalagi saat mendengar ceritaku soal sekolah dan teman bermain. Setelah beberapa jam di sana kami pamit pulang. Aku sedih sekali ketika berpamitan, ingin sekali berlama-lama bersama opung. Aku yakin banyak hal yang mau opung ceritakan padaku.

Baru beberapa langkah dari kamar tidurnya, tiba-tiba opung melenguh. Kami langsung menoleh, opung menangis, pilu sekali. Kami juga tidak kuasa menahan air mata melihat opung yang sudah tua dan lemas itu berusaha sekuat tenaga memanggil kami.

Aku dan keluarga tidak banyak bicara di dalam mobil saat dalam perjalanan pulang. Sampai rumah, wajah opung tidak bisa hilang dalam kepalaku. Aku tidak tahu apa yang ingin disampaikannya, namun perasaan opung sampai padaku, sangat jelas malah.



Genre: Nonfiksi

Tema: Lebaran