Melda Pangaribuan
Waktu itu aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku sudah mengenal cinta. Masih teringat dengan jelas di benak ini seorang laki-laki berperawakan pendek, hitam manis mendekatiku. Setiap hari dia selalu menawarkan diri mengantar lalu menjemputku sekolah. Aku selalu menolak tawarannya, terus terang dari lubuk hati yang paling dalam tidak ada rasa suka sedikitpun.
Waktu itu perasaannya tidak pernah sampai. Sepertinya dia cinta mallabap kata orang Batak, alias cinta mati. Tapi aku sebaliknya, alangkah kasihan pikirku.
Setiap pulang sekolah tiba, cowok hitam manis itu selalu menunggu di simpang desa kami. Tapi setiap kali melihat wajahnya, saya langsung menjauh, tapi dia selalu sabar berjalan di belakangku. Ya ampun, dalam hati bergumam seperti itu. Alangkah ngototnya cowok ini, tidak ada kata menyerah untuk mendapatkanku.
Kalau tidak salah ingat, ia berjuang selama enam tahun, sampai kami lulus SMA. Tiap hari menunggu di simpang desa, menunggu, lalu hanya menerima kepahitan karena aku acuhkan. Mungkin cintanya sirna karena memang tidak semudah itu menaklukkan hatiku. Setelah lulus SMA saya harus merantau untuk mewujudkan cita-cita mulia menjadi seorang wanita yang sukses di kemudian hari. Saya tidak tahu di mana sekarang laki-laki hitam manis itu.
Genre: Nonfiksi
Tema: memori