Melda Pangaribuan
Adikku bernama Moria. Dia lahir tepat setelah aku. Bekas kudis besar menyerupai gambar peta di kakinya membuat kakak kami usil menjulukinya Kubota. Saya senyum-senyum sendiri ketika menulis cerita ini karena ingat masa-masa kecil bersama Kubota dan kakak. Kubota juga sering ngakak ketika bernostalgia tentang masa kecil, terutama soal kudis di kakinya itu.
Kudis Kubota lama hilangnya. Ketika mau sembuh, muncul lagi anak kudis di sebelahnya. Untung kudisnya di kaki, kalau di wajah pasti tidak nyaman rasanya. Bisa jadi bahan bullying orang yang melihatnya. Kubota sering menangis ketika dipanggil dengan julukan itu, maklum karena masih kecil waktu itu.
Kami ikut-ikutan kakak memanggilnya dengan julukan itu. Entah dari mana kakak dapat ide. Saya lupa dari mana asal-usulnya, entah dari film atau tokoh komik, lupa. Julukan itu bertahan lama, baru berhenti ketika dia tamat SMA seiring kudis di kakinya hilang.
Kubota baik orangnya. Dia cantik, rambut keritingnya membuat iri semua orang. Dia lincah dan sangat serius sekali ketika sedang mengerjakan sesuatu. Temannya pun banyak dan selalu ingin berada di dekatnya saat main di lingkungan rumah atau sekolah.
Anaknya juga tidak pelit, suka berbagi ilmu ke sesama teman. Memang adikku yang satu ini bisa dibilang jenius orangnya. Terbukti ketika mendaftar di salah satu PTN ternama di kota Medan, dia lulus di Fakultas Matematika. Selama kuliah dia dikenal sebagai mahasiswi yang tidak pelit berbagi materi. Kami bangga dengan Kubota.
Genre: Nonfiksi
Tema: Memori