Gabriel
Zuni dan keluarga baru saja menempati sebuah rumah tua di area pemukiman yang cukup sepi. Area perumahan itu punya suasana ganjil. Zuni heran melihat para tetangga tidak pernah saling sapa. Mereka cuek satu sama lain. Aneh.
Rumahnya ‘baru’ Zuni dan keluarga cukup besar. Di halaman belakang terdapat gudang yang sepertinya usianya jauh lebih tua dari rumah baru mereka. Keganjilan mulai dirasakan Zuni di rumah tua itu setelah beberapa hari. Setelah menyadari udara dalam rumah hampir membuatnya tercekik, Zuni mulai mendengar suara seretan kain dan tawa perempuan dari gudang.
Rasa penasaran Zuni mengalahkan ketakutannya. Ia mengambil senter lalu menuju gudang. Derit pintu gudang ketika dibuka mulai menyiutkan nyali Zuni. Namun tekadnya untuk memindai gedung sudah bulat. Sinar senter kecil itu ia arahkan ke seluruh ruangan yang berantakkan.
Lantai gedung berserakan barang bekas dan kain perca. Tepat saat Zuni mau melangkah lebih dalam, sebuah rok jatuh di atas kepalanya. Zuni terkejut tetapi suaranya tidak bisa keluar dari mulutnya terlebih saat rok itu melayang lalu mendarat ke kakinya.
Zuni menginjak rok itu sekuat tenaga. Rok itu mengeluarkan darah anyir yang membuat Zuni ketakutan. Ia berlari sekencangnya ke dalam rumah, membanting pintu lalu menguncinya. Kerasnya suara bantingan itu membuat ibunya melompat dari kasur. Ibunya tidak jadi marah setelah melihat wajah sang anak yang pucat.
Zuni memeluk ibunya lalu menceritakan keanehan yang ia temukan dalam gudang. Tak seperti di film-film horor di mana orangtua tak percaya begitu saja pada kisah horor sang anak, ibu Zuni langsung memutuskan untuk pindah rumah. Barangkali ibu juga merasakan keanehan serupa tetapi tak diceritakan pada Zuni.
Paginya keluarga itu keluar dari rumah tua. Para tetangga mengintip dari balik tirai jendela. Mereka menyeringai, membuat Zuni merasa tidak nyaman lalu buru-buru masuk mobil yang mengantar mereka pergi dari sana dengan membawa banyak pertanyaan.
Genre: Nonfiksi
Tema: Cerpen