Pungky Nanda Pratama: Karena Indonesia Bukan Jawa, Tapi Sabang Sampai Merauke

Pungky bersama anak-anak Dusun terpencil. (Dok,pribadi Pungky)
Pungky bersama anak-anak Dusun terpencil. (Dok,pribadi Pungky)

Jebolan Ilmu Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Diponegoro Semarang ini sudah terlibat langsung dalam perlindungan habitat pesisir Mangrove dan Ekosistem pulau-pulau kecil sejak masih duduk di bangku kuliah. Locus hidup pria kelahiran Tegal 2 Maret 1991 ini menguat ketika bekerja di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perlindungan oranghutan dan habitatnya. Anak muda berusia 26 tahun ini aktif melakukan penelitian satwa dan tanaman lain seperti reptil, ikan, burung dan lain sebagainya.

Menahun berinteraksi dengan satwa dan tanaman, Pungky kini mengalihkan fokus pada pendidikan lingkungan masyarakat. Fenomen dan beragam peristiwa lingkingan yang disaksikannya menahun lalu membuatnya sadar bahwa manusia makhluk dalam rantai lingkungan ruang hidup satwa dan tanaman.

Di wilayah perbatasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Selangit, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Pungky dan tim mengajar di delapan desa, memberikan pemahaman dan pengetahuan pada generasi muda tentang satwa endemik yang terancam punah beserta penyebab: alami dan kesengajaan manusia.

Berjalan 7 jam menuju sekolah terpencil, naik bukit, menyebrangi sungai, lintas ladang dan hutan untuk sampai ke lokasi berbagi informasi dan pengetahuan pada anak-anak yang minim akses. Beruntung Nyalanya bisa mewawancarai Pungky Nanda Pratama di tengah kesibukannya. Berikut petikan wawancaranya.

Nyalanya (N): Halo Kak Pungky. Kami penasaran nih, Kenapa Kak Pungky mau mengajar di lima sekolah terpencil? Apa yang Kak Pungky lakukan berbeda dari anak muda kebanyakan.

Pungky (P): Saya sudah hampir dua tahun mengajar di wilayah terpencil di lima Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Selangit Musiwaras. Dengan tambahan tiga sekolah di Kecamatan Trawas mencakup kawasan Border Taman Nasional Kerinci Seblat. Sepertinya sudah panggilan dari tuhan bagi saya untuk menjalani profesi ini. Dulu saya hanya bertugas sebagai relawan namun saya memutuskan untuk berjuang. Selain membaca dan menulis tugas dan kewajiban saya mengajarkan tentang lingkungan.

Saya merasa memiliki mereka dan sudah Jadi tanggung jawab saya sebagai warga indonesia buat sedikit menyumbangkan ilmu untuk saudara kita yang di luar Pulau Jawa. Karena Indonesia itu bukan Jawa, tapi Sabang sampai Merauke.

Proses belajar anak-anak dusun terpencil bersama Pungky (Dok.pribadi Pungky)
Proses belajar anak-anak dusun terpencil bersama Pungky (Dok.pribadi Pungky)

N: Kabarnya Kak Pungky juga diundang ke Bengkulu Utara, tepatnya di Kemah Hijau Utara. Waktu di sana ngapain saja? Sharing cerita dong.

P: Saya memberikan materi mengenai invasive species atau hewan-hewan yang berpotensi merusak. Materi ini masih baru dan jarang diberikan tapi sudah sangat mendesak dan krusial karena terjadi salah kaprah di masyarakat, khususnya di Pulau Jawa. Saya berharap dengan materi ini masyarakat Sumatera khususnya generasi muda tidak melakukan tindakan yang salah.

N: Salah kaprah gimana Kak?

P: Jadi pemerintah belum fokus menjalankan usaha ekosistem secara menyeluruh. Banyak terjadi kesalahan dasar seperti pelepasan hewan-hewan yang berasal dari negara lain ke alam indonesia, sedangkan di Indonesia telah memiliki hewan yang khas. Hal ini berdampak dengan punahnya spesies lokal atau asli Indonesia akibat kalah bersaing dengan spesies dari negara lain.

N: Ada pengalaman seru waktu berjuang di Sumatera Selatan dan Bengkulu kemarin?

P: Kalau di Sumatra Selatan saya harus mengajar dengan total berjalan kaki selama 7 jam untuk menuju sekolah yang terpencil. Saya harus naik bukit, sebrang sungai, lintas ladang, dan hutan untuk mencapai lokasi. Asyiknya saya diberi hasil panen pertama yaitu beras dan pisang oleh orang tua siswa. Saya berjabat tangan selama 30 menit karena anak anak ingin bersalaman dengan saya berulang kali.

Kalau di Bengkulu, saya bisa mewujudkan impian saya berfoto dengan Raflesia terus mengunjungi hutan dataran tinggi yang masih asli lalu mengajar dengan jumlah siswa terbanyak di Kemah Hijau, bertemu kawan-kawan baru yang berbeda profesi namun satu semangat di Kemah Hijau.

Medan yang ditempuh Pungky selama 7 jam perjalanan (Dok.Pribadi Pungky)
Medan yang ditempuh Pungky selama 7 jam perjalanan (Dok.Pribadi Pungky)

N: Bagaimana Kak Pungky mendefinisikan profesinya saat ini? Dan kira-kira sampai kapan akan berjuang?

P: Saya tidak pernah mendefinisikan pekerjaan saya saat ini. Yang saya lakukan hanyalah usaha untuk menyebarkan kebaikan dan memberikan pemgetahuan kepada generasi muda agar lebih mencintai biodiversity dan lingkunganya serta turut menjaganya dari hal yang terkecil.

Saya percaya semua yang dilakukan dari hati pasti akan memberikan ketenangan serta memberikan kebaikan bagi saya. Sampai kapan saya tidak tahu pasti, namun mungkin sampai saya mati. Karena edukasi bisa dilakukan dengan cara apapun.

Dari edukasi ini dan dari anak-anak saya dikenal masyarakat dunia, dan dari anak-anaklah saya bisa bekerjasama dengan NGO luar negeri yang saling mendukung. Terimakasih saya pada NGO Ggreen-books.org dan Borneo Nature Foundation yang  mendonasikan buku buku bacaan untuk perpustakaan berjalan.

N: Apa harapan Kak Pungky untuk anak-anak dan remaja di Indonesia?

P: Saya berharap generasi muda saat ini bisa lebih memahami alam dan isinya baik flora dan fauna. Generasi muda tersadar arti pentingnya menjaga lingkungan dan memahami keterkaitan bagi rantai kehidupan dan dapat menerapkannya walau dari hal yang sederhana.

Saya memiliki website junglelibrary.com yang diperuntukkan menyebarkan informasi mengenai biodiversity dan pekerjaan saya saat ini yang dibantu oleh kawan saya dari Inggris bernama Joshua Parfitt.  Kami berharap dari website tersebut bisa menyebarkan informasi positif mengenai flora fauna Indonesia serta bisa menggalang dana untuk kelanjutan project dan program edukasi kami.



Genre:

Tema: