Bekti Satiani: Ekspresi Budaya dan Kegelisahan dalam Ribuan Buku

Dok.Facebook Bekti Satiani

Bekti Satiani adalah pemimpin proyek Nyalanya.com sejak 2019. Perempuan yang tumbuh lalu besar di Bengkulu Utara ini juga menjadi penjaga kamar terpenting di Sekolah Tenera: Perpustakaan sejak 1 Agustus 2016. Dari perpustakaan kecil disesaki 1800an buku itu Bekti banyak menemukan kegelisahan. Salah satunya makin sedikitnya medium untuk mengekspresikan budaya paling lokal.

Bicara kebudayaan tentu saja tidak hanya merujuk pada seni tari, musik, atau upacara adat. Kebiasaan dan perilaku keseharian, mengutip antropolog sekaligus periset Belanda, Clifford Geertz, budaya sebagai sistem kognitif berisi seperangkat pengetahuan dan pedoman yang dijadikan pegangan individu maupun komunitas untuk melakukan tindakan. Kemudian sebagai sistem ide, budayaan berisi seperangkat gagasan manusia tentang sesuatu yang idel dan dicita-citakan.

Dengan kata lain, kebudayaan meliputi semua perilaku, dari ruang paling privat sampai publik. Dari bangun pagi, menanami tanah, sampai mencari rumput untuk sapi. Dari kegelisahan diikuti keyakinan dari Geertz itu, Bekti membangun medium untuk menampung ekspresi budaya warga Putri Hijau itu.

Kesabaran harus digaris bawahi karena memang sangat dibutuhkan dalam merawat web, menyemangati, membuat kelas, sampai menjaga ribuan buku di perpusatakaan agar literasi dan ekspresi warga menemukan bentuk terasyiknya.

Dok.Perpustakaan Tenera

Terima kasih karena sudah mau diwawancara, Mbak. Ngomong-ngomong, Nyalanya.com ini web apa sih dan kenapa membangunnya?

Sama-sama. Sederhana saja, Nyalanya adalah medium belajar. Untuk semua warga Putri Hijau, dari anak-anak Sekolah Tenera, perkumpulan ibu-ibu, peternak sapi, ibu rumah tangga, karyawan, dan masyarakat sekitar. Mereka menulis apa yang diinginkan, dari masalah rumah tangga, kebiasaan di meja makan, kehidupan sehari-hari, hubungan antartetangga, liburan, dan lain sebagainya.

Saya yakin semua itu adalah bagian dari budaya, kebiasaan yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan khas. Pasti beda dengan desa atau dusun lain.

Apa saja yang sudah dilakukan selama lima tahun ini agar semuanya mau menulis di Nyalanya?

Wah, banyak sekali. Untuk anak-anak sekolah kami bikin program kolaboratif dengan guru-guru. Semacam workshop berkelanjutan dan tugas menulis. Guru-guru juga dapat. Setelah jadi kebiasaan, kami juga bikin program serupa di luar sekolah, ke warga dan lain-lain. Lalu kami juga membangun jaringan listerasi ke banyak kota, misalnya saja Yogyakarta dan Solo. Saling tukar pendapat untuk memajukan literasi.

Tantangannya apa?

Tentu saja zaman tapi kita tidak boleh keluar dari sana (zaman). Mau tidak mau kerja keras agar kebiasaan menulis ini tidak hilang di tengah kebudayaan visual saat ini. Capek pasti, tetapi langsung hilang ketika melihat antusiasme dan hasil tulisan-tulisan mereka. Ada yang berkisah tentang masakan keluarga, kebiasaan di rumah, dan lain-lain.

Kami juga sempat mencetak tulisan-tulisan para siswa dan guru lalu menempelnya di papan sekolah.

Terus tujuan akhirnya nanti seperti apa?

Saya pribadi ingin ekspresi budaya yang mereka sampaikan lewat tulisan-tulisan ini menjadi salah satu sisi wajah Indonesia raya.

Eh iya, ngomong-ngomong soal Perpustakaan yang dikelola, memangnya ada berapa buku sih di sana?
Jumlahnya sekitar 1800an. Banyak banget. Apa saja ada. Harta karun semua isinya.

Merawat 1800an buku itu gimana Mbak? Tremor enggak? Hahaha
Wah menyenangkan Mas. Tapi ada yang bikin gemas juga. Apalagi pas ada buku rusak. Jika tidak segera diperbaiki bakal tambah parah karena cepat ganti tangan, artinya dipinjam pengunjung yang lain. Kalau ada buku rusak, aku biasanya segera menambal atau di-doubel tip, diisolasi plastik jika sobek. Paling jengkel saat terkena air oleh anak-anak di dalam tas mereka. Harus dijemur bolak-balik lalu buku jadi keriting dan tebal, tetapi asal tulisan masih bisa dibaca buku akan tetap silih berganti dibaca dan dipinjam.

Perpus Tenera ini rame banget kayaknya ya Mbak? Cerita dong biasanya anak-anak SD-SMA ngapain aja di sana dan kebanyakan pinjem buku apa saja?
Buku yg di sukai anak anak SD yaitu dongeng, komik kemudian novel anak terus buku-buku hewan. Kesabaran harus tanpa batas Mas ketika anak-anak SD main ke Perpus. Ada yang main terus berantakin buku terus enggak mau mengembalikan ke tempat semula. Nah di sana tugasku untuk mengarahkan mereka agar mengembalikannya ke tempat semula. Terus kalau jam ramai, pas istirahat, wah susah diatur. Tapi itulah pelan-pelan mendekati mereka agar memperlakukan buku sebaik mungkin.

Terus SMP sering pinjam novel persahabatan, horor, lalu cerita kisah percintaan. Nah kalau SMA yang sering pinjam buku itu guru mata pelajaran Bahasa Indonesianya karena jenjang SMA jaraknya lumayan kalau mau ke Perpus. Guru-guru juga ada yang hobi pinjam majalah dan novel tetapi tidak semua. Aku bersyukur sih Mas meskipun sedikit dan tidak rutin tetap ada yang pinjam hahahaha.

Orang tua murid juga pinjam tetapi tidak seramai anak-anak. Jujur saja aku senang sekali ketika ada orang tua yang meminjam buku, novel, dan majalah untuk anaknya atau sekadar dibaca sendiri.

Di tengah kekacauan anak-anak yang main di Perpus, ada enggak yang diam-diam mengambil buku?
Enggak ada. Karena ada denda. Biasanya kalau yang terlambat mengembalikan kami denda, tetapi tidak mahal, Rp2 ribu sampai Rp10 ribu. Kalau enggak mau mengembalikan aku catat nama-namanya terus aku berikan kepada guru BK-nya, aku minta tolong agar anak-anak segera mengmbalikan buku.

Dok, Perpustakaan Tenera

Dari banyak hal yang telah dilalui, capek enggak jadi Pustakawan?
Enggak Mas. Aneh ya hahaha. Tahu enggak Mas, aku itu sebenarnya mau Perpus lebih ramai lagi pengunjungnya dan giliran begitu, dari SD-SMA. Tapi anak-anak harus lebih tertib dalam peminjaman dan waktu pengembalian. Serta bapak ibu gurunya semua meminjam buku walau hanya satu majalah saja tidak apa apa. Tetapi memang ada yang memang tidak mau membaca bapak ibu gurunya Mas.

Terus apa yang sudah dilakukan untuk menggoda nafsu baca mereka Mbak? Hehehe
Banyak, yang selalu aku tawarin misalnya, ‘ini lho ringan dibaca dan tidak membuat pusing’ atau aku bilang ‘buku ini pendek ceritanya, tulisannya besar-besar’ ya tetapi tetap tak tergoda hahaha. Padahal yang mau baca tapi enggak kelihatan pada ngantri.

Maksudnya makhluk tak kasat mata begitu? Emang pernah bertemu mereka di Perpus?
Awal-awal di Perpus aku sering merasa ada anak kecil yang memerhatikanku di antara rak-rak buku, terutama saat sedang menyapu. Biasanya perasaan itu atau bayangan itu setiap jam siang pas aku sendirian. Mungkin mereka mau ikutan baca buku bergambar besar hehehehe.

Terus antara tahun 2017 atau 2018 aku lupa, kejadiannya siang pas setelah anak SMP pulang sekolah. Setelah mereka mengembalikan buku aku suruh segera pulang karna Perpus sudah mau tutup. Setelah itu aku mencium bau parfum wangi sekali padahal di dalam (Perpus) tidak ada pengunjung. Bau itu semakin dekat, seperti pas di sebelah dan di belakangku. Tiba-tiba ak enggak bisa bergerak, hanya duduk di kursi lalu aku pikir mungkin ‘dia’ lagi jalan-jalan cek ricek buku dan kami yang sedang kerja. Eh lama-lama bau menghilang dan aku keluar perpus takut tapi diam hihihi. Lucu.

Dok.Perpustakaan Tenera

Dengan semua peristiwa yang telah dilewatj bisa dibilang Mbak Bekti sangat mencintai buku dan pekerjaan ini. Nah kalau disuruh memilih, misalnya suatu waktu akan dibuang ke sebuah pulau antah berantah, mana yang akan dibawa: suami atau buku?
Ya jelas buku dong biar mengatasi kepanikan. Terus aku ajak suami agar terdampar bareng-bareng kan katanya dia mau menemani suka dan duka hahahahaha.

Urik (curang) hahaha. Nah misalkan Mbak Bekti dikasih uang Rp200 juta sama Raffi Ahmad misalnya, mau dipakai apa? Buku?
Pasti dong. Jika dapat uang segitu aku akan membeli buku bacaan yang dulunya hanya bisa dilihat saja. Yang saat aku kecil atau remaja tak bisa dibeli karena mahal banget. kemudian buat membeli makanan anak bulu kucing dan anjing untuk diberikan kepada anak- anak bulu yang terlantar di jalanan.

Artinya buku memang jadi bagian hidup Mbak Bekti ya. Dan buku-buku di Perpus Tenera emang bagus-bagus, lha wong si anu aja tertarik buat baca. Hahaha. Kalau buat Mbak Bekti sendiri, dari 1800an buku, buku apa yang paling penting buat hidup Mbak?
Yang paling penting yaitu Bobo kemudian National Geographic, Trubus, dan intisari karena banyak informasi terbaru di sana. “Cantik Itu Luka “ Eka Kurniawan penting buatku karena membawa ke zaman dulu. Jujur saja novel itu membuatku lebih sayang dan lebih mencintai diri sendiri dengan apa yg sudah dimiliki. Kemudian “Aroma Karsa” karya Dewi Lestari di mana banyak ilmu baru tentang indera penciuman dan tentang lingkungan.

Terus aku juga suka “Dilan” dari Pidi Baiq. Novel itu mengajarkan kita bahwa mencintai persoalan hati dan ingatan, bukan pernikahan. Artinya ya kalau cinta tidak harus dinikahi.

Hah? Maksudnya dua kalimat terakhir itu bagaimana ya? Hahaha
Eh sudah dulu ya, mau Salat Tahajud ni hahaha. Sehat-sehat Tukang Kebun.



Genre: Wawancara

Tema: Wawancara