Memetik Air di Sumur Cuci Mobil

Betty Marpaung

Inginku bertanya pada angin malam, sampai kapan kami begini/Kemarau yang panjang kapankah berganti ? Air hujan pelepas dahaga, Aku haus kasihmu..

Penggalan lirik lagu ‘Sepetik Air’ ciptaan Deddy Dores yang dinyanyikan Conny Dio di atas mampu menggambarkan keadaan kami di Desa Pasar Sebelat yang masih belum bisa keluar dari musim kemarau panjang. Sudah tiga bulan lebih hujan tidak turun. Aku dengar di berita karena dampak badai Elnino. Satu per satu sumur mengering. Debu bertebaran di mana-mana.

Kami sudah lelah selama tiga bulan ini harus mengangkat air dari sumur yang sebenarnya diperuntukkan sebagai tempat cuci mobil perusahaan. Dari mandi sampai cuci pakaian ke sumur yang bisa dibilang ajaib itu. Sumur yang satu ini memang ajaib, airnya masih banyak meski setiap hari orang-orang mengular seperti antri sembako. Ada yang mandi, mengangkat air, sampai bilas pakaian.

Keluargaku juga memanfaatkan sumur ini selama kemarau panjang. Suamiku mengangkat dua galon air tiap pagi guna keperluan dapur. Kami juga berhemat. Untuk mencuci, dari yang setiap hari sekarang cukup tiga kali seminggu. Kami ke cucian       mobil atau ke pabrik PMKS membilasnya.

Sekarang hujan sudah mulai turun walau masih malu-malu menampakkan wajahnya. Kadang hanya gerimis saja. Pernah dua kali agak lumayan deras, mengguyur tanaman yang sudah menjerit kehausan.

Untuk sumur belum ada pengaruhnya sama sekali, masih kering. Oh Tuhan kasihani kami, turunkan hujan berkat-Mu karena kami makhluk hidup yang ada di sini merindukan air.



Genre: Nonfiksi

Tema: Lingkungan