Mesin Penelan Uang yang Menyebalkan

Anggi Saputra

Doc. Wikihow

Saya bersama Pak Anggiat ke bank setelah menghadiri Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk mengirim uang, Kami disambut antrian panjang di sana sehingga saya menyarankan kepada Pak Anggiat melakukan setor tunai di mesin ATM.

“Apa bisa? Saya belum pernah. Kamu sudah pernah setor tunai?”

“Saya juga belum pernah Pak, tapi kata orang bisa kok. Nanti kan ada satpam, kita minta bantu aja sama satpamnya,” jawab saya.

Tanpa pikir panjang saya dan Pak Anggiat menuju ke mesin setor tunai dalam bank lalu minta satpam membantu. Namun, sang satpam itu masih mengerjakan sesuatu sehingga minta kami menunggu.

Sekian lama menunggu satpamnya tidak kunjung datang. Kami yang menunggu di samping mesin setor tunai itu memberanikan diri mencoba setor langsung berbekal mengamati orang-orang yang setor tunai sebelum kami. Dengan ekpresi ragu-ragu Pak Anggiat memasukan kartu ke mesin tersebut, tetapi PIN atm selalu salah. Ternyata memang Pak Anggiat salah ambil kartu ATM.

Kami mempraktikan ilmu dari pengguna mesin yang kami amati. Langkah pertama setelah masukan pin yaitu pilih perintah transfer. Mulut mesin itu terbuka lebar lalu layar memberi perintah kepada kami untuk memasukan uang yang akan ditransfer. Pak Anggiat segera memasukan uang ke dalam mulut mesin itu.

Namun perintah mesin menjadi aneh. Dia minta Pak Anggiat mengambil uangnya kembali. Perintahnya tetap sama meski kami mengulangi tiap langkah yang diminta komputer mesin itu.

Kami bergantian mencoba memasukan uang. Ada saja masalahnya ternyata. Gagal masuk mesin karena uangnya bolong, tidak rapi, dan lain-lain sehingga kami cemas setengah mati. Seorang nasabah di samping kami ikut membantu. Dia memberi tahu bahwa uang kami masih ada pengokotnya (staplles).

Pak Anggiat segera mengambil uang baru dari tasnya, kemudian memasukannya lagi. Namun, hasilnya sama. Setelah bebrapa lama berjigut dengan mesin ini akhirnya proses setor tunai selesai. Ternyata di belakang kami sudah banyak yang mengantri menggunakan mesin tersebut. Dengan langkah yang pelan kami langsung meninggalkan ruangan bank tetapi di perjalanan pulang ternyata Pak Anggiat masih cemas.



Genre: Nonfiksi

Tema: Memori