Ibu: Koe Sama Papahmu ki Podo Wae

Dok.Wikihow

Hari ini bapak tiba-tiba mengirim pesan yang cukup panjang ke saya. Isinya perintah agar saya menjaga kesehatan di tengah pandemi Covid-19 yang kian mengkhawatirkan di Indonesia. Saya disuruh pakai masker saat ke luar kost dan sangu hand sanitizer atau sabun di tas. Kalau perlu, tulis bapak, bawa baju ganti. Bapak juga minta saya tidak salaman, tos-tosan, dan pelukan sama kawan-kawan selama pandemi belum berakhir.

Saya kaget menerima pesan itu. Terakhir kali saya dinasihati panjang lebar begitu sekitar 12 tahun lalu saat Universitas mengirim hasil perkuliahan enam bulanan. Waktu itu IPK saya satu koma sekian. Nasakom alias nasib IP satu koma, begitu ejekan para mahasiswa berprestasi ke teman-temannya yang bernasib buruk, termasuk saya. Ah nantilah lain waktu saya bakal cerita nasihat panjang lebar bapak setelah dia pingsan menerima hasil kuliah saya itu hehehe

Setelah membaca dengan seksama isi pesannya, saya membalasnya dengan teks yang tidak kalah panjang, isinya nyaris sama persis. Tak sampai lima menit bapak membalas pesan saya. Isinya bikin cemas.

“Pagi papah tetap ke sekolah meski sudah diliburkan, kontrol saja. Siang pulang terus malam nonton tv,” tulisnya.

Bapak saya tinggal di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kal-Sel). Ada satu orang yang positif Covid-19 di sana. Kata bapak pasiennya orang Banjarmasin, ibu kota yang berjarak 35 kilometer dari rumah. Sedangkan di Jogja, sampai 24 Maret sudah enam orang yang positif dan dua meninggal dunia. Angka itu mungkin bikin bapak khawatir dengan kondisi anaknya di Jogja yang sampai sekarang masih bujang ini.

Bapak sebenarnya cukup waspada terhadap Covid-19 dan sudah tahu apa yang harus dilakukan. Setelah meliburkan sekolahan, bapak belanja banyak karena mau #dirumahjuga. Dia beli vitamin, buavita, dua pak rokok, buah-buahan, dan lain-lain. Ibu juga sudah menyiapkan banyak persedian untuk mengikuti anjuran enggak jalan ke mana-mana. “Pokoknya lock door,” tulis bapak.

Meski sudah mempersiapkan banyak persediaan, saya tetap cemas karena bapak tetap ke sekolah. Dia enggak benar-benar 24 jam di rumah. Dia sering begitu. Pas bulan puasa atau hari libur, dia enggak pernah absen ke sekolah meski cuma nongkrong di pos satpam sama penjaga. Dalam benaknya menjadi kepala sekolah bukan profesi sesuai tanggal hitam kalander atau cuma merapikan punggung di kursi kerjanya. Sebagai kepala sekolah dia mau memastikan situasi di sana bersih dan nyaman setiap hari. Enggak tenang katanya kalau enggak memastikan sendiri keadaan sekolah.

Pas gula darahnya kambuh bapak pernah nekad ke sekolah. Lagi-lagi alasannya memastikan semua baik-baik saja dan biar guru-guru semangat mengajar. Waktu itu dia sampai pingsan karena enggak bisa menahan sakit terus harus dilarikan ke rumah sakit untuk operasi kecil di bagian kaki. Saya tiba-tiba mengingat momen itu ketika membaca pesan bapak sore ini. Gila betul ini orang, demi sekolah kesehatan sendiri masih ditepikan saja padahal Covid-19 ini virus yang menyebarnya sangat cepat. Bandel memang.

Saya telepon ibu agar dia minta bapak tidak ke sekolah tiap pagi di tengah pandemi.

“Ya begitu bapakmu, wis turunan Des. Alm.Mbah kakungmu di Klaten juga sama. Enggak pernah enggak ke Panti (Alm.Mbah Kakung membangun panti sosial untuk orang-orang terlantar yang diabaikan negara) setiap hari. Waktu sakit, duitnya enggak dibelikan obat, malah buat orang-orang di panti sana buat jajan atau dia ke pasar terus belikan apa gitu untuk mereka. Susah dibilangi, sudah turunan sifatnya. Lha koe kan iyo thio (kamu kan sama saja),” jawab Ibu.

Jawaban ibu menohok. Memang sih sampai hari ini saya tetap ke luar kost. Ke studio musik pas kawan-kawan musisi bikin sesi konser digital. Menulis di Bjong yang sejak pekan lalu pengunjungnya paling banyak 10 orang, ke warnet download Drakor dan film zaman dulu, dan lain-lain dengan penuh kewaspadaan plus membawa dua hand sanitizer.

Kalau memang betul sifat turunan, saya enggak tahu apakah ini baik atau buruk. Tapi, ibu salah deh, soalnya saya dan bapak kan beda status dan ‘kemanannya’. Pulang dari sekolah dia ada yang mengurus, bikinin kopi, dipijetin, makan, di-ninaboboin de el el pokoknya. Sementara saya hanya berteman aroma parfum glade yang saya isi ulang tiap satu minggu sekali bercampur bau cucian kotor yang entah kapan saya antar ke binatu. Hiks..



Genre:

Tema: