Memalar Masa Depan di Tengah Pasar

Ernes Reinata Rumapea

Siang itu aku di pasar. Semua orang sangat sibuk. Riuh. Para pedagang teriak-teriak di depan orang yang lalu lalang. Suara mereka melemah ketika para pengunjung singgah lalu meninggi lagi pas adu matematika dengan calon pembeli. Aku menikmati tiap pemandangan itu sambil menahan perih di lenganku yang dibakar matahari.

Di tengah keriuhan itu tiba-tiba kepalaku disinggahi banyak pertanyaan. Apa yang akan menyibukanku saat dewasa? Tidak terasa aku sudah masuk kelas XII SMA setelah melewati banyak banyak peristiwa yang menguras tenaga. Bagaimana diriku setelah lulus nanti? Mau jadi apa? Sibuk apa?

Pertanyaan-pertanyaan itu bercampur harapan-harapan orangtua yang menginginkan aku sukses. Ingatan ditambah pertanyaanku sendiri menenggelamkan riuh di tengah pasar. Aku melamun lalu datanglah suara bahwa di saat seperti inilah hidup butuh rencana yang terstruktur. Rencana itu adalah langkah pertama menghadapi kehidupan sesungguhnya.

Aku juga punya harapan besar tetapi takut tidak bisa melewati prosesnya. Aku mau lulus dengan nilai tinggi. Masuk perguruan tinggi lewat jakur SNMPTN. Dan untuk waktu dekat ini aku berharap mampu bersaing di Olimpiade Sains tingkat provinsi, yah setidaknya bisa masuk nasional agar sertifikatnya bisa dipakai mendaftar ke universitas dan jurusan yang berhubungan dengan geografi.

Di akhir kuliahku aku mau jadi lulusan terbaik agar bisa menaikkan derajat keluarga lalu menyekolahkan adikku. Aku mau mereka bisa lebih sukses dari kakaknya.

“BUNGKUS BUK!” Teriakan itu membawaku kembali ke tengah pasar. Tampaknya seorang pembeli sukses menyegel harga dengan trik yang sama-sama kita ketahui: pura-pura kecewa lalu meninggalkan kios sembari berharap pedagang memakan umpan lalu menyepakati harga tawar.



Genre: Nonfiksi

Tema: Cita-Cita