Jebakan ‘Grandmaster’ Pak Mustahidin

Benyamin

Wikihow

Saya Benyamin Manalu, anak pertama dari empat bersaudara yang sekolah di SMP Tenera. Orangtua punya cara sendiri-sendiri dalam mendidik anaknya, begitu juga ayah dan mama. Mereka mendidik saya dengan sabar, cerdas, dan pengertian sehingga di usia yang baru belasan tahun seperti sekarang, saya selalu punya jawaban untuk setiap persoalan yang menghantam.

Saya sering bertanya-tanya bakat apa yang ada dalam diri saya sejak SD. Saya mulai melakukan banyak hal sampai suatu saat mencoba olahraga yang kata orang-orang, ‘tua’ dimainkan anak sekolah yakni catur. Mulanya saya mencoba catur dengan kemalasan tetapi ada gairah yang aneh tiap kali memindahkan bidak di atas papan.

Akhirnya saya serius belajar catur. Saya main berjam-jam dengan ayah. Dia memberi tahu banyak teknik tetapi ada dua hal penting yang harus saya camkan baik-baik. Pertama, jangan gegabah dalam bermain. Kedua, berdoa di awal pertandingan lalu tarik napas panjang.

Para tetangga sudah saya kalahkan. Saya ingin mencari pengalaman baru dengan bertanding melawan orang-orang hebat. Suatu saat saya mendengar informasi lomba di kota. Saya minta izin pada orangtua dan guru untuk mengikutinya. Ayah dan mamak sangat mendukung, seperti yang selalu mereka lakukan untuk tiap keputusan yang saya ambil sendiri.

Saya dipanggil banyak guru di sekolah. Mereka melatih saya sebelum hari perlombaan. Semua guru sudah saya kalahkan. Namun, saya kesulitan saat main dengan Pak Mustahidin. Beliau memberi tekanan hebat. Menyiapkan jebakan demi jebakan layaknya seorang Grandmaster atau pemain pro. Sangat sulit dikalahkan tetapi di sisi lain memotivasi saya agar terus belajar.

Hari perlombaan. Saya masuk ruangan perlombaan. Tiap mata yang melihat saya masuk seperti mengintimidasi. Berbekal semangat membara dari teman-teman yang menunggu di luar ruangan, saya balas tatapan mereka. Saya mengalahkan banyak peserta dan tiba-tiba saya masuk ke partai final. Setelah pertandingan alot selama satu setengah jam, saya berlari menghampiri kawan-kawan di luar ruangan lalu berteriak, “Saya mengharumkan nama Tenera”. Semua gembira dan berbahagia mendengar teriakan saya.

Saya ingin mengulang pengalaman itu lagi.



Genre: Nonfiksi

Tema: Olahraga