KSA UKDW: Jangan Anggap Remeh Pertanyaan Anak Tentang Korupsi

Kelompok Studi Audit (KSA) Universitas Kristen Duta Wacana Yogya

Kelompok Studi Audit (KSA) Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta yakin bahwa perilaku antikorupsi harus dipupuk sejak usia anak-anak. Keyakinan itu melahirkan banyak produk keren yang kini sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Salah satu di antaranya adalah buku. Tahun lalu, anak-anak muda di bawah bimbingan Christine Novita ini merilis buku berjudul “Korupsi Adalah Kita” yang disebarluaskan gratis. Judulnya menyindir tiap mereka yang dengan atau tak sengaja melirik buku itu.

Di tengah kesibukan teman-teman KSA, Nyalanya.com berhasil meminjam waktu mereka untuk berkisah tentang kegiatan melakukan perlawanan terhadap korupsi dengan menggandeng generasi muda ikut di dalamnya. Berikut petikan wawancara Tukang Kebun dengan kakak-kakak di KSA dan Ibu Christine Novita.

Halo Kakak, ceritakan dong KSA itu apa?

Christine Novita: Kelompok Studi Audit lahirnya dari kelas Fraud, kelas kecurangan. Kelas kecurangan itu punya pohon yang salah satu rantingnya adalah korupsi. Di sana kami punya dua cabang, Divisi 1 khusus mengurus audit dan Divisi lainnya korupsi. Kebetulan kami punya link ke KPK yang mendukung gerakan antikorupsi ke kampus dan sekolah-sekolah. Sebenarnya rencananya kami mau bikin bunker antikorupsi lalu anak-anak dan remaja jadi agen advokasi untuk melawan korupsi di sekolahnya masing-masing. Itu sangat efektif daripada kita, kan mereka kalau lulus bakal bekerja juga dan akan dihadapkan dalam banyak situasi, katakanlah untuk korupsi.

Memangnya korupsi itu bisa lahir di mana saja ya? Bukankah korupsi itu mengambil uang negara?

Jesica: Selama saya ikut KSA dan beberapa kali mengikuti kegiatan KPK, buat saya korupsi itu hasilnya, output. Di balik itu ada proses yang panjang kenapa seseorang itu melakukan korupsi. Sebelum korupsi, ada yang namanya perilaku korupsi. Itu dimulai dari hal-hal kecil yang sering sekali kita temui. Misalnya pas jadi mahasiswa, mulai dari nitip tanda tangan pas masuk kelas atau mencontek. Bagi sebagian orang itu wajar, tapi itu benih-benih yang melahirkan upaya korupsi.

Mencontek juga,  bagi sebagian kalangan itu dianggap wajar dan tidak merugikan kita secara langsung. Memang benar, tidak merugikan secara langsung, tapi banyaknya kewajaran itu yang nantinya membuat kecurangan lain juga dianggap biasa. Karena kewajaran yang dibiarkan terus menerus itu, itulah yang membuat perilaku korup itu. Awalnya kami mau bilang kalau ayo berani jujur. Misalnya untuk anak-anak remaja, KSA sudah punya gerakkan, namanya Pita Biru. Gerakkan itu mengajak anak-anak sekolah untuk berani menyatakan kejujurannya dalam UN. Tidak mengandalkan contekkan. Diawali perilaku-perilaku kecil.

Gerakkan Pita Biru itu remaja disuruh ngapain?

Dina: Kami sudah kerjasama dengan banyak sekolah. Saat di sekolah itu kami enggak memaksa siswa-siswi untuk ikut gerakkan, harus begini harus begitu. Kami menawarkan siapa yang mau pakai pita biru terus dia berkewajiban mengingatkan temannya saat ujian atau hal lain ketika mau melakukan kecurangan. Banyak yang ikut dan mereka dimusuhi, ‘kok tega sama teman sendiri’ bahkan ada yang sampai bikin tulisan gede ‘No Pita Biru’. Tapi kami yakinkan bahwa mereka tidak sendiri, ada kami dan orang-orang jujur lain di belakang mereka.

Jujur itu enggak enak juga ya ternyata…

Desima: Jujur itu harus karena itu awal dari langkah antikorupsi. Dalam tiap situasi kita harus jujur meski konsekuensinya pahit. Aku punya pengalaman dimusuhi sampai sedih banget. Waktu itu kan kerja kelompok, kami disuruh Ibu Christine Novita untuk bikin makalah dan presentasi di depan kelas. Kelompok yang lain mati-matian bikinnya sementara kelompokku kok cuma copy paste dari internet. Pas maju, aku langsung bilang ke Ibu kalau tulisannya semua copy paste dari internet. Mereka marah dan memusuhi aku.

Jesica: Saya juga punya pengalaman serupa. Di UKDW ada kebijakan bahwa ketika ada mahasiswa mencontek saat ujian, dia akan langsung kehilangan dua mata kuliah yang SKS-nya banyak. Waktu itu ada teman saya sendiri yang mencontek. Saya ingatkan sampai tiga kali tapi dia tidak mau peduli. Ya sudah saya laporkan ke pengawas yang kebetulan juga memberi keleluasaan untuk mencontek. Dia marah dan kehilangan mata kuliahnya bahkan di grup whatsapp ada hashtag ‘save si orang itu’.

Jujur itu indah tapi sangat sulit karena ketidakjujuran itu benih-benih perilaku korupsi yang memungkinkan orang untuk melakukan korupsi bahkan kecurangan lainnya saat kerja.

Waduh, mendengar cerita itu, banyak perilaku ketidakjujuran di dunia akademis. Apakah masih mungkin materi antikorupsi dimasukkan ke akademik pendidikan?

Novita: Wacana itu sudah lama. Bisa saja dimasukkan ke akademik dengan materi yang dekat dengan remaja. Tapi sekarang gini, pendidikan saja memberi semacam trigger orang melakukan tindak korupsi dan kecurangan lainnya. Misal saja pas UN kemarin yang menjadi syarat kelulusan, saya menemukan ada sekolah yang membeli soal ujian dan membagikan jawabannya ke murid-murid dengan alasan menjaga harga diri sekolah. Jadi antiperilaku korup harus dipupuk sejak dini sekali agar muncul kesadaran dari tiap-tiap anak di Indonesia.

Bagaimana cara menyampaikan antikorupsi ke anak-anak, katakanlah pada anak usia 7-12 tahun?

Novita: Saya jadi ingat, anak saya pernah pulang sekolah dengan membawa banyak sekali kartu kartun. Saya tanya dari mana kok banyak sekali kartu. Dia jawab diberi teman. Selang beberapa hari kemudian melalui Miss-nya (guru) baru saya tahu kalau dia membawa pulang kartu-kartu itu tanpa sepengetahuan temannya. Temannya itu tidak berani bilang karena anak saya di SD-nya tubuhnya besar. Saya lalu tanya lagi apa dia mengambil punya teman dan dia jawab hanya pinjam.

Saya langsung bilang bahwa mengambil tanpa izin itu membuat sedih teman dan merugikan. Itu bisa dibilang tindakan korupsi. Meskipun bukan jawaban terbaik mengenai apa itu antikorupsi, saya lega bahwa anak saya langsung mendefiniskan korupsi itu sebagai perbuatan tidak jujur dan merugikan orang lain. Saya juga lega karena waktu itu menjawab pertanyaanya dengan serius. Kalau tidak enggak mungkin setiap hari anak saya selalu berpesan pada saya agar tidak korupsi dalam tiap tindakan dan ucapan saya.

Orang tua jangan pernah menganggap remeh pertanyaan anak kecil. Jika dia bertanya apa itu korupsi setelah nonton tv atau baca buku, jawab serius. Jangan pernah beranggapan bahwa urusan itu atau pertanyaan itu bukan urusan anak-anak lalu menjawab pertanyaan mereka dengan berkata ‘itu urusan orang tua, kamu belajar saja supaya pintar lalu jadi orang besar yang punya gaji besar. Di satu sisi banyak yang masih beranggapan bahwa gaji dan pekerjaan yang bagus menurunkan risiko tindakan atau perilaku korupsi. Idealnya memang begitu, tapi faktanya sebaliknya.

Setelah ‘Korupsi Adalah Kita’ ada mau bikin buku lagi tentang bahaya korupsi?

Novita: Ada, judulnya “Perempuan Menulis Korupsi”. Dalam buku ini kami ingin mengajak seluruh anak muda dan orang dewasa untuk berpikir kritis. Jangan hanya mau menuruti nafsu lalu bertindak korupsi. Contohnya, sekarang ini banyak perempuan yang ketika diberi sesuatu oleh pasangannya langsung menerimanya tanpa pikir panjang dari mana pasangannya dapat uang memberi hadiah tersebut. Juga sebaliknya. Intinya berpikir kritis agar tidak mendorong bahkan melakukan kegiatan korupsi memenuhi nafsunya itu.

Selain buku, produk apa lagi yang bakal dikeluarkan KSA sebagai perluasan wacana antikorupsi ke anak muda?

Jeremy: Ada video atau film pendek yang akan kami putar ketika mengadakan seminar. Filmnya bercerita tentang keseharian kita di ruang kelas. Dekat juga dengan kehidupan remaja dan anak sekolah. Semoga bisa selesai dalam waktu dekat. Tunggu yaa..



Genre:

Tema: